Minggu, 28 Februari 2010

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika:

. Minggu, 28 Februari 2010
0 komentar

I. PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang berkembang akhir-akhir ini. Hal tersebut terjadi akibat semakin besarnya volume dan keanekaragaman barang dan jasa yang akan diperdagangkan di negara lain. Oleh karena itu upaya untuk meraih manfaat dari globalisasi ekonomi harus didahului upaya untuk menentukan kurs valuta asing pada tingkat yang menguntungkan. Penentuan kurs valuta asing menjadi pertimbangan penting bagi negara yang terlibat dalam perdagangan internasional karena kurs valuta asing berpengaruh besar terhadap biaya dan manfaat dalam perdagangan internasional.
Posisi penting kurs valuta asing dalam perdagangan internasional mengakibatkan berbagai konsep yang berkaitan dengan kurs valuta asing mengalami perkembangan dalam upaya mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kurs valuta asing. Konsep-konsep yang berkaitan dengan penentuan kurs valuta asing mulai mendapat perhatian besar dari ahli ekonomi terutama sejak kelahiran kurs mengambang pada tahun 1973. Sejak saat itu kurs valuta asing dibiarkan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi variabel-variabel yang mempengaruhinya.



Konsep penentuan kurs diawali dengan konsep Purchasing Power Parity(PPP), kemudian berkembang konsep dengan pendekatan neraca pembayaran ( balance of payment theory ). Perkembangan konsep penentuan kurs valuta asing selanjutnya adalah pendekatan moneter (monetary approach) . Pendekatan moneter menekankan bahwa kurs valuta asing sebagai harga relatif dari dua jenis mata uang, ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan penawaran uang. Pendekatan moneter mempunyai dua anggapan pokok , yaitu berlakunya teori paritas daya beli dan adanya teori permintaan uang yang stabil dari sejumlah variabel ekonomi agregate. Hal tersebut berarti model pendekatan moneter terhadap kurs valuta asingdapat ditentukan dengan mengembangkan model permintaan uang dan model paritas daya beli.
Di Indonesia , ada tiga sistem yang digunakan dalam kebijakan nilai tukar rupiah sejak tahun 1971 hingga sekarang. Antara tahun 1971 hingga 1978 dianut sistem tukar tetap ( fixed exchange rate) dimana nilai rupiah secara langsung dikaitkan dengan dollar Amerika Serikat ( USD). Sejak 15 November 1978 sistem nilai tukar diubah menjadi mengambang terkendali ( managed floating exchange rate) dimana nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan USD, namun terhadap sekeranjang valuta partner dagang utama. Maksud dari sistem nilai tukar tersebut adalah bahwa meskipun diarahkan ke sistem nilai tukar mengambang namun tetap menitikberatkan unsur pengendalian. Kemudian terjadi perubahan mendasar dalam kebijakan mengambang terkendali terjadi pada tanggal 14 Agustus 1997, dimana jika sebelumnya Bank Indonesia menggunakan band sebagai guidance atas pergerakan nilai tukar maka sejak saat itu tidak ada lagi band sebagai acuan nilai tukar. Namun demikian cukup sulit menjawab apakah nilai tukar rupiah sepenuhnya dilepas ke pasar ( free floating) atau masih akan dilakukan intervensi oleh Bank Indonesia. Dengan mengamati segala dampak dari sistem free floating serta dikaitkan dengan kondisi/struktur perekonomian Indonesia selama ini nampaknya purely free floating sulit untuk dilakukan. Kemungkinannya adalah Bank Indonesia akan tetap mempertahankan managed floating dengan melakukan intervensi secara berkala, selektif , dan pada timing yang tepat.
Dengan melemahnya nilai tukar mata uang Indonesia menandakan lemahnya kondisi untuk melakukan transaksi luar negeri baik itu untuk ekspor-impor maupun hutang luar negeri. Terdepresiasinya mata uang Indonesia menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan krisis kepercayaan terhadap mata uang domestik.
Pembicaraan mengenai penentuan kurs valuta asing sekarang ini semakin banyak diperdebatkan. Jika dilihat dari sudut pandang pendekatan moneter, para ekonom pada umumnya melihat kurs valuta asing dipengaruhi oleh variabel fundamental ekonomi , antara lain jumlah uang beredar, tingkat output riil dan tingkat suku bunga ( Mac Donald daan Taylor, 1992,4) .Sementara itu Tucker etal (1991) menambahkan variabel inflasi dalam model tersebut. Selain itu ada pula ekonom yang mempertimbangkan asa pasar ( market sentiment) sebagai faktor yang menentukan tinggi rendahnya kurs valuta asing. Pendekatan moneter merupakan pengembangan konsep paritas daya beli dan teori kuantitas uang. Pendekatan ini menekankan bahwa ketidakseimbangan kurs valuta asing terjadi karena ketidakseimbangan di sektor moneter yaitu terjadinya perbedaan antara permintaan uang dengan penawaran uang ( jumlah uang beredar) ( Mussa, 1976,47)
Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kurs adalah pendekatan moneter. Dengan pendekatan moneter maka diteliti pengaruh variabel jumlah uang beredar dalam arti luas, tingkat suku bunga, tingkat pendapatan, dan variabel perubahan harga. Selain itu dengan mempertimbangkan pelepasan band intervensi oleh Bank Indonesia, sehingga menyebabkan kurs menjadi free floating ,maka dipakai variable dummy untuk mengetahui pengaruh pelepasan band intervensi terhadap kurs.
Dipakainya dollar Amerika sebagai pembanding, karena dollar Amerika merupakan mata uang yang kuat dan Amerika merupakan partner dagang yang dominan di Indonesia.

II. KERANGKA TEORI
Pendekatan Moneter terhadap Kurs Devisa
Pendekatan moneter menyatakan bahwa kurs devisa sebagai harga relatif dari dua jenis mata uang, ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan penawaran uang. Pendekatan moneter pada dasarnya terdiri dari dua versi, yaitu versi harga fleksibel (fleksible price version) dan versi harga kaku (sticky price version). Versi harga kaku muncul akibat adanya kritik terhadap anggapan adanya fleksibilitas harga dalam versi harga fleksibel. Menurut versi ini, anggapan adanya kekakuan harga lebih realistis bila menyangkut jangka waktu yang pendek. (Ronald MacDonald;1990). Versi harga kaku sering disebut pendekatan Keynesian karena anggapan adanya variabel jumlah uang beredar yang endogen. Kedua anggapan tersebut tidak mengakui efektifitas mekanisme pasar dalam menyelesaikan ketidakseimbangan pasar uang yang terjadi dalam jangka pendek.
Dalam matematis versi harga kaku dapat diperoleh dengan terlebih dahulu merumuskan kondisi keseimbangan pasar uang dalam dan luar negeri, dimana jumlah uang beredar dianggap berhubungan positif dengan tingkat suku bunga. Kondisi keseimbangan tersebut adalah sebagai berikut :
Mt + drt = Pt + aYt- b rt (1)
M*t + d r*t = P*t + a Y*t - b r*t (2)
Definisi masing-masing variabel sama dengan yang ada diversi harga fleksibel, sedangkan (Mt + d rt ) dan ( M*t + d R*t ) merupakan jumlah uang beredar yang dianggap sensitif terhadap suku bunga.
Anggapan adanya harga mengakibatkan paritas daya beli berlaku hanya dalam jangka panjang. Kondisi tersebut adalah sebagai berikut :
S’t = Pt - P*t (3)
Dimana S’t adalah kurs nominal dalam jangka panjang.
Selanjutnya versi ini menganggap paritas suku bunga tidak tertutup (uncoverd interest rate parity) berlaku dalam jangka pendek, yaitu sebagai berikut:
Se t+1 - St = rt - r*t (4)
Dimana Set+1 adalah kurs yang diharapkan pada periode t+1 berdasarkan informasi yang tersedia pada periode t .
Namun demikian, perubahan kurs yang diharapkan menurut versi ini adalah sebagai berikut :
Set+1 – St = q(S’t – St ) + (iet - ie *t) (5)
dimana
(iet - ie *t) = perbedaan laju inflasi yang diharapkan antara dalam dan luar negeri
Melalui substitusi persamaan (4) ke (5) akan didapat persamaan baru, yaitu :
St – S’t ) = -1/ q [(rt - iet ) - ( r*t - ie *t) ] (6)
Persamaan ini menyatakan bahwa penyimpangan kurs dari posisi keseimbangan jangka panjang tergantung pada perbedaan suku bunga riil diantara dua negara.
Model matematis versi harga kaku diperoleh dengan substitusi persamaan (1) dan (2) ke dalam persamaan (3) dan persamaan (6) , yaitu :
St = (Mt - M*t ) - a( Yt - Y*t ) (d + b + - 1/ q ) (rt - r*t ) + (1/q (iet - ie *t) (7)
Menurut versi harga kaku, koefisien perbedaan jumlah uang beredar dan laju inflasi yang diharapkan adalah positif sedangkan perbedaan pendapatan riil adalah negatif. Namun demikian, koefisien perbedaan suku bunga memiliki dua tanda (ambiguous sign). Koefisien perbedaan suku bunga terdiri dari tiga komponen berbeda yang masing-masing mewakili cara yang berbeda bagaimana suku bunga mempengaruhi kurs devisa. Koefisien d dan b berkaitan dengan penyesuaian jumlah uang beredar dan permintaan uang sebagai tanggapan terhadap perubahan suku bunga sedangkan koefisen -1/ q berkaitan dengan pengaruh perpindahan modal terhadap kurs devisa. Dengan demikian koefisien dari perubahan suku bunga menurut versi harga kaku tergantung dari interaksi antara ketiga komponan tersebut (Alan L,Tucker,1991)
III. METODA PENELITIAN
3.1 Data
Data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan data sekunder runtun waktu (time series) dari tahun 1987.2 sampai dengan 1999.1 yang diambil dari data yang diterbitkan oleh International Financial Statistik , dan juga dari laporan Bank Indonesia

3.2. Model Dasar dan Alat Analisis

Model dasar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model dari Dornbusch dan Frankel (1984):

St = a + b1 MX t - b2 Yt + b3 RX t + b4 PX ……………

dimana:

St = kurs Rupiah/Dollar periode t
MX t = perbedaan uang beredar dalam arti luas di Indonesia dan Amerika pada periode t
YXt = perbedaan tingkat pendapatan riil Indonesia dan Amerika periode t
RX t = perbedaan suku bunga Indonesia terhadap suku bunga LIBOR periode t
PXt = tingkat perubahan harga relatif di Indonesia dan Amerika pada periode t
Dengan berdasar pada model dasar yang ada , alat analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan mempergunakan Error Correction Model (ECM) atau Model Koreksi Kesalahan . Dengan ECM model yang ada dapat dinyatakan dakam bentuk:

DSt= go + g1 DMX t + g2 DYXt + g3 DRX t + g4 DPX t + g5 BMX t + g6 BYXt + g7 BRXt + g8 BPXt + g9 B.ECT
ECT = Error Correction Term
Kemudian untuk mengetahui pengaruh pelepasan band intervensi maka dibuat variabel dummy, sehingga model penelitian menjadi :

DSt= go + g1 DMX t + g2 DYXt + g3 DRX t + g4 DPX t + g5 BMX t + g6 BYXt + g7 BRXt + g8 BPXt + g9 B.ECT + DUMMY
ECT = Error Correction Term
3.3. Analisis Perilaku Data
1. Uji Akar-Akar Unit

Uji ini dapat dipandang sebagai uji stasionaritas. Hal ini karena pada prinsipnya uji tersebut dimaksudkan untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Dengan demikian pertanyaan berapa kali suatu data runtun waktu harus dideferensiasi agar diperoleh data stasioner akan terjawab.( Insukindro, 1992b). Data ekonomi yang tidak bersifat stasioner menyebabkan regresi lancung. Unit roots test dilakukan berdasarkan uji yang dikembangkan oleh Dickey dan Fuller (1979). Uji tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :

DX t = ao + a1 BXt + å biBiDXt
DX t = co + c1 T + c2BXt + å biBiDXt

Dimana DXt = Xt-X t-1 , BX t = X t-1 , T = trend waktu dan Xt adalah variabel yang diamati pada periode t dan B merupakan operasi kelambanan waktu ke udik (backward lag operator)


2. Uji Derajat Integrasi

Unit derajat integrasi dilakukan apabila data tidak stasioner pada waktu uji stasioneritas. Uji ini dimaksudkan untuk melihat pada derajat berapakah data akan stasioner.
Dalam kasus dimana data yang digunakan tidak stasioner , Granger dan Newbold ( 1974) berpendapat bahwa regresi yang menggunakan data tersebut biasanya mempunyai nilai R2 yang relatif tinggi namun memiliki statistik Durbin-Watson yang rendah. Ini memberi indikasi bahwa regresi yang dihasilkan adalah lancung atau semrawut atau sering dikenal dengan regresi lancung atau spurious regression. Secara umum apabila suatu data memerlukan deferensiasi sampai ke d supaya stasioner, maka dapat dinyatakan sebagai I (d). Uji ini mirip dengan akar-akar unit.. Dengan demikian untuk dapat melakukan uji tersebut perlu ditaksir model otoregresif berikut dengan OLS :

D2X t = co + c1 BDXt + å fi BiD2Xt
D2X t = go + g1 T + g2BXt + å fiBiD2Xt
Nilai statistik DF (ADF) atau nilai kritis McKinnon kemudian dibandingkan dengan
nisbah t koefisien regresi BDXt . Jika c1 dan g2 sama dengan 1 ,maka variabel Xt dikatakan berintegrasi pada derajat I(1), maka data didiferensikan lagi untuk melihat apakah data stasioner pada I(2) dan seterusnya.
3. Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi. Uji kointegrasi dimaksudkan untuk menguji apakah residual regresi yang dihasilkan stasioner atau tidak (Engle dan Granger, 1987). Untuk melakukan uji kointegrasi, pertama-tama peneliti perlu mengamati perilaku data ekonomi runtun waktu yang akan digunakan. Ini berarti pengamat harus yakin terlebih dahulu apakah data yang akan digunakan stasioner atau tidak, yang antara lain dapat dilakukan dengan uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi. (Insukindro, 1992c, 260) Apabila terjadi satu atau lebih variabel mempunyai derajat integrasi yang berbeda , maka variabel tersebut tidak dapat berkointegrasi (Engle dan Granger,1987). Pada umumnya , sebagian besar pembahasan mengenai issu terkait memusatkan perhatiannya pada variabel yang berintegrasi 0 I(0) atau satu I(1).
Suatu himpunan variabel runtun waktu X dikatakan berkointegrasi pada derajat d,b atau ditulis CI(d,b) bila setiap elemen X berintegrasi pada derajat d atau I(d) dan terdapat saatu vektor k yang tidak sama dengan nol sehingga W = k’XI (d,b), dengan b>0 dan k merupakan vektor kointegrasi. Terdapat tiga uji yang umum dilakukan untuk menguji hipotesis ada dan tidaknya kointegrasi, yaitu uji CRWD (Cointegrating-Regression Durbin Watson) , DF (Dickey-Fuller) dan ADF ( Augmented Dickey Fuller ) ( Engle dan Granger, 1987)
Untuk menghitung statistik CRDW, DF dan ADF ditaksir regresi kointegrasi dengan metode OLS

Yt = mo + m1X1t + m2X2t + Et
Dimana Y merupakan variabel tak bebas, daan X adalah variabel bebas, dan E adalah variabel pengganggu. Langkah selanjutnya regresi berikut ditaksir dengan OLS
DEt = p1 B Et
DEt = q1Bet + åw1 B DEt

3.4. Model Koefisien Regresi Jangka Panjang

Model koefisien regresi jangka panjang dapat digunakan sebagai alat estimasi variabel harapan(Wickens dan Breusch, 1988, 189). Besaran dan simpangan baku koefisien regresi jangka panjang dapat digunakan untuk mengamati hubungan jangka panjang antar vektor variabel ekonomi seperti yang dikehendaki teori ekonomi.
Besaran dan simpangan baku koefisien regresi jangka panjang diperoleh melalui pembentukan model dinamis, dalam hal ini dengan mempergunakan error corection model ( model koreksi kesalahan). Misalkan bentuk model koreksi kesalahan tersebut adalah : ( Insukindro,1990,2)

DYt = a +b1 DXt + b2 BXt + b3 B (Xt-Yt)
Dimana : DYt = (1-B) Yt dan DXt = (1-B) Xt
Hubungan jangka panjang antara variabel Yt dan Xt
Yt = a + b Xt
Besaran koefisien regresi jangka panjang untuk intersep (a) dan variabel Xt (b) adalah:

a = a/b3 dan b = (b1+b2)/ b3
Selanjutnya dengan cara tersebut di atas, simpangan baku koefisien regresi jangka panjang untuk a dan b dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Var (a ) = a VT (b3,a) a
aT = [da /da .d a/db3] = [ 1/b3- a/b3]
Var (b) = bVT (b3,a) b
bT = [db /da . d b/db3 ] = [ 1/b3- b/b3]

dari uraian di atas terlihat bahwa simpangan baku koefisien regresi dapat dihitung bila dapat ditaksir besaran koefisien regresi dan matrik varians-kovarians parameter yang bersangkutan. Besaran dan matriks kovarians dapat diperoleh dengan bantuan komputer yang berkaitan dengan analisis regresi.

IV.ANALISIS DATA
1. Uji Akar Unit dan Derajat Integrasi

Dengan memperhatikan nilai DF dan ADF untuk uji akar-kar unit dan dibandingkan dengan nilai kritis Mac Kinnon nampak bahwa pada derajat keyakinan 5 %, tidak satupun variabel yang digunakan dalam penelitian ini stasioner. Untuk itu perlu dilakukan uji derajat integrasi untuk mengetahui pada derajat atau orde keberapa variabel yang diamati akan stasioner
Hasil dari nilai DF dan ADF yang didapat kemudian dibandingkan dengan nilai kritis Mac Kinnon ternyata menunjukkan hasil bahwa semua variabel berintegrasi pada derajat atau orde satu ( I(1)).

Tabel 1

Uji Akar-akar Unit dan Derajat Integrasi
VAR DF ADF VAR DF ADF
LS 1.8747 0.56412 DLS -3.2239 -3.5974
LMX -2.7501 -2.6875 DLMX -4.1900 -4.3427
LYX -0.4148 -3.5304 DLYX -4.9610 -5.0359
PX -1.4047 -2.1112 DPX -4.5248 -4.5816
RX -1.4675 -1.8630 DRX -4.1736 -4.9461
4.2. Uji Kointegrasi
Setelah diketahui bahwa variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dianggap mempunyai derajat integrasi yang sama yaitu berintegrasi pada derajat 1 (I(1)), maka langkah selanjutnya adalah memberlakukan uji kointegrasi .
Tabel 2
Estimasi OLS Regresi Kointegrasi LS

LS = 4,6808 + 0,01180 LMX + 0,0554 LYX + 7,6783 PX + 0,0243 RX
(3,5317) (0,9888) (8,3856) (7,5160)

CRDW = 1,6202 DF = -3,4632 ADF = -2,6284

Keterangan : angka dalam kurung merupakan rasio t koefisien yang bersangkutan


Dengan memperhatikan nilai statistik CRWD, DF dan ADF pada tabel 2 terlihat bahwa variabel LS , LMX , LYX , PX serta RX secara statistik dengan derajat keyakinan sebesar 5 persen tidak mampu membentuk himpunan variabel yang berkointegrasi. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel yang tekait dalam penelitian in yaitu variabel nilai kurs jumlah uang beredar, tingkat pendapatan nasional riil , tingkat suku bunga serta laju inflasi tidak mempunyai hubungan keseimbangan jangka panjang seperti yang diharapkan oleh teori penentuan nilai tukar (kurs) dengan mempergunakan pendekatan moneter. Nampaknya perlu dipertimbangkan variabel-variabel lain yang tidak dipergunakan dalam penelitian ini yang mempengaruhi keseimbangan dalam jangka panjang.(RL Thomas, 1997, 427)

4.3. Estimasi OLS dengan Model Koreksi Kesalahan
Tabel 3
Hasil Estimasi Model Koreksi Kesalahan
1987.2 - 1999.1

D(LS) = 1,3552 + 0,0524 D(LMX) + 0,0128 D(LYX) + 4,5345 D(PX) - 0,0058 D(RX)
(1,9866) (3,2375) (0,5993) (10.0949) (-1.1712)
• 0,2301 BLMX - 0.2334 BLYX + 1,5268 BPX – 0,2495 BRX
(-2,4112) (-1,9268) (1.3379) (- 2,2498)
+ 0,2839 DUMMY + 0,2498 BECT
(5.4940) (2,2345)
R2 = 0,9266 R2 = 0,9067 DW = 2.4824

UJI DIAGNOSTIK

1. OTOKORELASI = DW = 2,4824

2. HETEROSKEDASTISITAS = ARCH = 3,24

3. NORMALITAS = Jarque – Berra = 6,5

Keterangan : Angka dalam kurung merupakan rasio t koefisien yang bersangkutan
Hasil studi empirik seperti yang terlihat pada tabel 3 menunjukkan bahwa estimasi dengan mempergunakan Model Koreksi Kesalahan atau ECM dapat digunakan. Hal ini dapat dilihat dari nilai Error Correction Term (ECT) menunjukkan nilai yang signifikan , yaitu sebesar 2,23. Hal ini mengindikasikan bahwa spesifikasi model koreksi kesalahan yang dipakai sudah benar.
Hasil estimasi untuk variabel perbedaan relatif jumlah uang beredar antar dua negara ( Indonesia terhadap Amerika Serikat) yaitu variabel LMX menunjukkan hasil bahwa dalam jangka pendek variabel LMX adalah signifikan secara statistik dan tanda yang ditunjukkan adalah benar sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Tanda koefisien regresi yang positif berarti bila terjadi kenaikan jumlah uang beredar secara relatif diantara dua negara maka akan terjadi apresiasi dollar terhadap rupiah atau dengan kata lain rupiah akan mengalami depresiasi. Nilai koefisien regresi jangka pendek untuk LMX sebesar 0,0524 berarti bahwa bila terjadi kenaikan sebesar 1 % pada jumlah uang beredar relatif di antara dua negara, dengan anggapan ceteris paribus maka akan mengakibatkan terjadinya kenaikan pada kurs dollar Amerika terhadap rupiah atau dengan kata lain rupiah akan terdepresiasi sebesar 0,0524 %. Sedangkan pengaruh jangka panjang variabel perbedaan relatif jumlah uang beredar antara Indonesia dan Amerika (LMX) secara statistik pada derajat keyakinan sebesar 5 persen variabel ini signifikan. Namun demikian bila dikaitkan dengan tanda yang diperoleh dari hasil estimasi menunjukkan tanda yang berbeda dari yang diharapkan. Tanda yang diperoleh dari hasil estimasi adalah negatif , hal ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan perbedaan jumlah uang beredar antara Indonesia dan Amerika Serikat justru akan mengakibatkan depresiasi pada dollar Amerika Serikat dan apresiasi pada nilai rupiah. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Dengan anggapan ceteris paribus dan negara Amerika tidak merubah jumlah uang beredarnya, maka ketidakcocokan uji tanda dan tidak signifikannya variabel perbedaan jumlah uang beredar (LMX) mengindikasikan bahwa kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan cara mengurangi jumlah uang beredar dengan maksud untuk mengapresiasikan rupiah terhadap dollar adalah hanya efektif dalam jangka pendek . jumlah uang beredar. Akan tetapi kenyataan rupiah tetap mengalami depresiasi..
Untuk variabel perbedaan relatif pendapatan nasional riil antara Indonesia dan Amerika Serikat ( LYX), hasil estimasi dalam jangka pendek menunjukkan hasil yang tidak mendukung hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini baik secara statistik dan secara teoritis. Hal ini berarti dalam jangka pendek variabel LYX selama periode penelitian ( 1987.2 sampai dengan 1999.1 ) tidak berpengaruh terhadap kurs rupiah terhadap dollar Amerika. Pengaruh variabel perbedaan relatif pendapatan nasional riil (LYX) ini dalam jangka panjang signifikan secara statistik pada derajat keyakinan 5 persen. Tanda yang diperoleh dari hasil estimasi menunjukkan nilai negatif, hal ini berarti bahwa dengan adanya kenaikan pada variabel LYX akan menyebabkan penurunan atau depresiasi pada mata uang asing ( dollar Amerika ) dan terjadi apresiasi pada mata uang dalam negeri ( rupiah) .Hasil estimasi yang diperoleh dari penelitian ini mendukung atas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Terjadinya peningkatan pendapatan riil dalam negeri ( Indonesia) dalam jangka panjang maka akan menyebabkan peningkatan atas jumlah uang yang diminta di Indonesia. dollar akan mengalami depresiasi sebesar 0.0233 %
Variabel perbedaan perubahan harga antara Indonesia dan Amerika Seikat (PX) , hasil estimasi pada penelitian ini mampu menerangkan perilaku kurs / nilai tukar antara dollar Amerika terhadap rupiah baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hasil estimasi dalam jangka pendek sebesar 4,5346 dan dalam jangka panjang 1,5268. Baik dalam jangka pendek mapun jangka panjang variabel PX ini secara statistik adalah signifikan dan dari tanda yang dihasilkan maka sangat mendukung atas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Terjadinya peningkatan atas perubahan variabel di dalam negeri akan menyebabkan terapresiasinya mata uang asing dan mata uang dalam negeri akan mengalami depresiasi. Inflasi yang terjadi di Indonesia sangat tinggi dibandingkan dengan inflasi di Amerika Serikat, apalagi pada masa-masa terjadinya krisis di Indonesia. Perbedaan tingkat inflasi yang begitu tinggi, dengan asumsi ceteris paribus maka akan meyebabkan terjadinya apresiasi pada mata uang dollar dan mata uang rupiah mengalami depresiasi. Dari hasil estimasi ini menunjukkan bahwa teori paritas daya beli berlaku di Indonesia dalam periode penelitian. Hasil yang diperoleh dalam estimasi ini yang menunjukkan bahwa paritas daya beli berlaku dalam jangka panjang berarti mendukung model Dornbusch yang merupakan model yang dipakai dalam penelitian ini.
Hasil studi empirik seperti terlihat pada tabel 3 menunjukkan, bahwa variabel perbedaan tingkat suku bunga di Indonesia dengan tingkat suku bunga LIBOR (RX) menunjukkan hasil bahwa variabel tingkat suku bunga dalam jangka pendek tidak mampu mendukung perilaku perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Namun dari tanda yang diperoleh dari koefisien regresi adalah benar . Sedangkan dalam jangka panjang variabel RX ini mampu mendukung perilaku kurs rupiah terhadap dollar. Nilai koefisien regresi jangka panjang sebesar 0,2495, artinya bila terjadi setiap kenaikan 1% atas suku bunga di Indonesia dibanding tingkat suku bunga LIBOR dengan anggapan variabel yang lain tidak berubah (ceteris paribus) maka akan mengakibatkan mata uang dollar Amerika mengalami depresiasi sebesar 0.2495 persen atau mata uang rupiah akan mengalami apresiasi sebesar 0.2495 persen. Tanda negatif atas variabel perbedaan tingkat suku bunga (RX) dapat dijelaskan oleh dominannya dampak keseimbangan portofolio, dimana semakin tinggi tingkat suku bunga suatu negara (dengan anggapan ceteris paribus ) maka akan cenderung menarik masuknya modal asing. Masuknya modal asing akan menyebabkan semakin menguatnya mata uang rupiah. Semakin menguatnya mata uang rupiah berarti mata uang rupiah mengalami apresiasi dan dollar mengalami depresiasi ( dalam jangka panjang).
Dengan maksud melihat pengaruh penghapusan band intervesi terhadap nilai tukar maka dalam penelitian ini dibuat variabel dummy yaitu sebelum pelepasan band intervensi (=0) dan setelah penghapusan band intervensi (=1). Hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa pengapusan band intervensi adalah sangat berdampak pada nilai tukar rupiah terhadap dollar
Dari hasil estimasi dapat pula dilakukan uji diagnostik untuk asumsi regresi linier klasik , ternyata menunjukkan hasil bahwa Model Koreksi Kesalahan atau ECM yang dipakai lolos dari uji normalitas serta lolos dari masalah heteroscedastisitas ( telah terjadi homoskedastisitas). Namun model yang dipakai ternyata mengalami masalah otokorelasi . Hal ini dapat dilihat dari nilai Durbin Watson yang ada. Karena model mengalami masalah otokorelasi, maka dilakukan tindakan perbaikan dengan mempergunakan metode autoregresif derajat pertama (AR(1))

Tabel 4
Hasil Estimasi Koefisien Regresi Jangka Panjang

LS = 5,4245 + 0,0789 LMX + 0,0615 LYX + 7,1113 PX + 0,0012 RX
Se (0.0952) (0.0387) (0.1223) ( 2.2413) (0.8921)
t hitung 5.6989 2.0350 0.5007 2.9469 0.0013

Hasil analisis jangka panjang yang diperoleh dari estimasi dengan menggunakan model koreksi kesalahan seperti yang ditunjukkan pada tabel 5 di atas menunjukkan bahwa yang berpengaruh terhadap nilai tukar (kurs rupiah terhadap dollar selama periode penelitian ( 1987.2 sampai dengan 1999.1 ) adalah perbedaan jumlah uang beredar domestik dan Amerika serta perbedaan harga domestik dan Amerika.

V. KESIMPULAN
Dari hasil analisis data dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan melihat nilai statistik dari Error Correction Term (ECT) sebesar 2,23 dan secara statistik adalah signifikan pada derajat keyakinan sebesar 5 % , hal ini berarti bahwa spesifikasi model koreksi kesalahan yang dipakai sudah benar.

2. Hasil estimasi OLS dengan model koreksi kesalahan menunjukkan bahwa variabel perbedaan jumlah uang beredar (LMX) adalah berpengaruh terhadap nilai tukar dalam jangka pendek sedangkan dalam jangka panjang variabel ini tidak mampu menerangkan perilaku nilai tukar. Tidak signifikannya perbedaan jumlah uang beredar dalam jangka panjang menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang beredar dalam jangka panjang kurang efektif dalam mengatasi masalah nilai tukar.

3. Variabel perbedaan tingkat pendapatan riil (LYX) menunjukkan bahwa variabel ini hanya mampu menerangkan perubahan nilai tukar dalam jangka panjang. Dalam jangka panjang uji tanda sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dan signifikan secara statistik.

4. Hasil estimasi untuk variabel perbedaan tingkat harga mampu merangkan perubahan nilai tukar baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Uji tanda sangat mendukung hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini. Dengan demikian teori paritas daya beli berlaku selama periode penelitian.

5. Untuk variabel perbedaan tingkat suku bunga (RX) hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel ini mampu menerangkan perubahan nilai tukar baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tanda yang ditunjukkan adalah variabel perbedaan tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap nilai tukar atau terjadinya apresiasi rupiah.

6. Hasil estimasi menunjukkan bahwa pelepasan band intervensi oleh Bank Indonesia mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap dollar mengalami depresiasi . Secara statistik variabel ini menunjukkan hasil yang signifikan.


DAFTAR PUSTAKA
Alan l Tucker, Jeff Madura dan Thomas Chiang, 1991,International Financial Market, West Publishing Comphany, St Paul
Dickey, David and Wayne A. Fuller, 1979, "Distribution of Estimators for Autoregressive Time Series with a Unit Root", Journal of The American Statistic Assosiation,74
Engle , RF and C.W.J Granger, 1987, "Cointegration and Error Correction Representation, Estimation and Testing", Econometrica, 55
"……….", 1997, Eviews User’s Guide, Quantitative Micro Software , Irvine CA
Gujarati, 1995, Basic Econometric, McGraw-Hill, New York
Goeltom, Miranda S, 1998, " Manajemen Nilai Tukar di Indonesia dan Permasalahannya," Buletein Ekonomi Moneter dana Perbankan , Volume 1 No 2, Bank Indonesia, Jakarta
Insukindro, 1990, " Komponen Koefisien Regresi Jangka Pnjang Model Ekonomi: Sebuah Study Kasus Impor Barang di Indonesia", Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 5 , No 2
,1992a, "Pembentukan Model Dalam Penelitian Ekonomi", Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, No 1 tahun VII
, 1992b, " Dynamic Specification o f Demand for Money : A Survey of Recent Development , " Jurnal Ekonomi Indonesia, Vol 6, No 1
, 1992c, "Pendekatan Kointegresi dalam Analisis Ekonomi: Studi Kasus Permintaan Deposito dalam Valuta Asing di Indonesia", Jurnal Ekonomi Indonesia, vol 1 no 2
, 1999," Pemilihan Model Ekonomi Empirik Dengan Pendekatan Koreksi Kesalahan" , Jurnal Ekonomi Bisnis Indonesia, No I , Vol 14, Yogyakarta.
Mussa, M, 1976, The Exchang Rate, The Balance of Payment and Monetary and Fiscal Policy Under a Regime of Controlled Floating", dalam The Economy of Exchange Rate : Selected Studies ,J. Frenkel dan Harry G. Jhonson (editor) Addison and Wesle, USA
Ronald MacDonald,1990, "Empirical Studies of Exchange Rate Determination",dalam David Lewelyn dan Chirs Milner, Current Issues in International Monetary Economics, MacMillan Education, London
Ronald MacDonald dan Mark P. Taylor,1992, Exchange Rate Economics , A Survey I MF Staff Paper, Vol 39 No 1 ( March 1992)
Suardhini, Made dan Goeltom, Miranda S, 1997, " Analisis Dampak Intervensi Bank Sentral Dalam Penetapan Nilai Tukar Terhadap Ekspor-Impor Indonesia", Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Volume XLV No 1, LPEM FEUI, Jakarta
Thomas, RL, 1997, Modern Econometrics, Addison Wesley Longman
Wickens, MR and T.S Breusch , 1988, " Dynamic Spesification , The Long Run and the Estimation of Transformed regression Models, The Economic Journal
Wuri, Yosephine, 2000, Analisis Penentuan Kurs Valas Di Indonesia 1983.1 –1997 : Pendekatan Koreksi Kesalahan dan Stock Penyangga Masa Depan, Thesis, Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada , tidak dipublikasikan
Sumber Data:
Laporan Tahunan Bank Indonesia 1997/1998
Laporan Tahunan Bank Indonesia 1998/1999
Laporan Tahunan Bank Indonesia 1999
Perkembangan Moneter, Sistem Pembayaran dan Perbankan , Triwulan IV 1999 , Bank Indonesia
International Financial Statistik , berbagai Edisi
Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia , berbagai Edisi
-----------------------------------------------------
Oleh: Sri Isnowati, STIE Stikubank Semarang, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Maret 02
Sumber: /webjurnal/


Klik disini untuk melanjutkan »»

Sabtu, 27 Februari 2010

Dampak Krisis Pangan Bagi Indonesia

. Sabtu, 27 Februari 2010
0 komentar

Resesi global, menurut PBB, akan sangat memukul negara-negara miskin, memperlambat pertumbuhan perdagangan dunia, dan ada kemungkinan mengakhiri booming harga komoditas yang sedang berlangsung. Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia memperkirakan emerging market Asia, termasuk Indonesia, relatif tak akan terlalu terpukul oleh resesi AS, meski juga tak sepenuhnya terbebas dari dampaknya.
Keyakinan ini didasari pada kokohnya fundamental makroekonomi, solidnya posisi neraca eksternal (neraca transaksi berjalan/neraca perdagangan), kebijakan prudensial di sektor perbankan dan keuangan, serta relatif sudah berkurangnya ketergantungan pada pasar AS.Singkatnya, Asia sekarang ini bukan Asia sebelum krisis 1997/1998. Survei Nielsen Company juga menunjukkan masih sangat kuatnya optimisme konsumen Asia bahwa resesi tidak akan terjadi. Kendati demikian, ADB dan Bank Dunia mengingatkan, resesi dan gejolak pasar uang global masih berpotensi memunculkan guncangan dan turbulensi di pasar regional.

Ada beberapa saluran transmisi dampak resesi ekonomi AS ke perekonomian dalam negeri. Pertama, lewat perdagangan. Meski ketergantungan terhadap AS sudah tak sebesar dulu, AS sekarang ini masih pasar utama ekspor Asia, termasuk Indonesia. Sekitar 60 persen ekspor emerging economies Asia tertuju pada AS, negara-negara di zona euro Eropa dan Jepang (G3) yang seluruhnya terkena imbas resesi AS. Untuk Indonesia, sumbangan pasar AS terhadap ekspor 13-14 persen. Bappenas memperkirakan resesi AS akan mengurangi ekspor Indonesia ke AS 2 miliar dollar AS tahun ini.





Turunnya permintaan negara maju juga akan membawa konsekuensi lain, yakni meningkatnya sentimen proteksionisme di AS dan semakin membanjirnya produk murah China di pasar Indonesia. Ini pukulan baru bagi industri manufaktur kita. Kedua, lewat pasar uang. Meningkatnya persepsi risiko investasi di emerging markets bisa memicu perubahan mendadak sentimen pasar dan penarikan modal oleh investor. Apalagi dengan sudah adanya indikasi asset bubble, ditandai oleh naiknya harga saham dan properti di atas kewajaran.

Jadi, ada risiko terjadinya koreksi tajam yang mengakibatkan guncangan di pasar uang atau perekonomian. Arus modal jangka pendek sekarang ini menyumbang sekitar 60 persen dari total arus modal masuk ke Asia. Kemungkinan pembalikan mendadak arus modal secara besar-besaran, ditambah melemahnya dollar AS seiring resesi AS, akan semakin menekan rupiah.

Resesi global menambah ketidakpastian baru bagi perekonomian Indonesia yang tengah dihadapkan pada banyak tekanan, seperti lonjakan harga minyak mentah dan kenaikan harga barang kebutuhan pokok yang kian menekan daya beli/ konsumsi masyarakat. Target pertumbuhan 6,8 persen terancam tidak tercapai sebagaimana target pertumbuhan tiga tahun pertama. Hal ini akan berpengaruh pada kemampuan penciptaan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan.

Dari sisi kebijakan moneter, tampaknya tidak ada lagi ruang manuver untuk menurunkan suku bunga guna mendorong perekonomian di tengah meningkatnya tekanan inflasi dan kecenderungan naik atau stabilnya suku bunga global. Oleh karena itu, kita hanya bisa berharap pada instrumen fiskal (APBN) yang kini sudah menanggung beban berat berbagai subsidi untuk menggerakkan ekonomi.

Yang lebih memilukan adalah perilaku para komprador pemburu keuntungan yang selama ini kecanduan mengimpor aneka bahan pangan, mulai dari beras, gula, daging, sampai buah-buahan. Karena, impor bahan pangan dapat menyengsarakan para petani, meningkatkan pengangguran, menghamburkan devisa, dan membunuh sektor pertanian yang mestinya menjadi keunggulan kompetitif bangsa. Dewasa ini Indonesia mengimpor sekitar 2,5 juta ton beras/tahun (terbesar di dunia); 2 juta ton gula /tahun (terbesar kedua); 1,2 juta ton kedelai/tahun; 1,3 juta ton jagung/tahun; 5 juta ton gandum/tahun; dan 550.000 ekor sapi/tahun.

Padahal kondisi agroekologis Nusantara cocok untuk budi daya hampir semua bahan pangan tersebut. Buktinya kita pernah mengukir prestasi monumental yang diakui dunia (FAO), swasembada beras pada 1984, yang sebelumnya sebagai pengimpor beras nomor wahid di dunia. Sebelum kebejatan moral merasuk ke tulang sumsum kebanyakan pejabat publik dan elit bangsa ini (sebelum 1986), kita pun mampu berswasembada gula, jagung, dan kedelai.

Hasil penelitian FAO (2000) membuktikan, bahwa suatu negara-bangsa dengan jumlah penduduk lebih dari 100 juta orang, tidak mungkin atau sulit untuk menjadi maju dan makmur, bila kebutuhan pangannya bergantung pada impor. Dan, salah satu penyebab ambruknya bekas negara adidaya Uni Soviet ditengarai karena pemenuhan kebutuhan pangannya bergantung pada pasokan dari negara-negara NATO.

Krisis ketahanan pangan yang diprediksi oleh pemerintah bakal terjadi tahun 2017, sebenarnya mulai mengancam bangsa yang dulu dikenal berhasil melakukan swasembada. Terutama untuk beberapa komoditi penting seperti beras, gula, kedelai dan jagung. Faktor penyebabnya sangat kompleks. Namun, bila ditarik benang merah, hampir bisa dipastikan bahwa pangkal persoalan adalah kurangnya perhatian pemerintah pusat maupun daerah terhadap sektor pertanian sehingga terjadi pembusukan disegala lini.

Sejak satu dasawarsa terakhir ini pembangunan sektor pertanian macet. Pembusukan sektor pertanian itu semakin nyata dengan ditandatanganinya letter of intent antara IMF dengan pemerintah dimana di dalamnya meniadakan proteksi terhadap sektor pertanian. Keterpurukan industri pertanian semakin kukuh dengan perubahan status Indonesia dari eksportir bahan pangan menjadi net importir untuk segala jenis bahan makanan. Sebagai gambaran, impor beras tahun 2007 lalu mencapai 1,5 juta ton. Impor kedelai rata-rata 1 juta ton.

Krisis pangan di Indonesia, yang dapat mengancam perekonomian, adalah gejala dunia, bukan khas Indonesia. Dengan jumlah penduduk 6,3 miliar jiwa, dunia kini dan mendatang akan menghadapi masalah ketahanan pangan. Dari 6,3 miliar penduduk dunia, 200 juta di antaranya tidak bisa tidur setiap malam karena kekurangan makanan. Terhadap gejolak pasar keuangan di Indonesia, Presiden melihatnya sebagai bagian dari gejala global. Dampak kenaikan harga pangan dunia tidak akan membuat kondisi pangan di Indonesia parah seperti saat ini apabila pemerintah menyiapkan ?peredam? sejak awal.

Peredam tersebut berupa produksi komoditas pangan yang memadai, stok pangan cukup untuk pengamanan dan stabilisasi harga, serta jaringan distribusi kuat. Jika salah satu dari ketiga komponen itu tidak memadai, dampak lonjakan harga pangan dunia lebih parah. Indonesia seharusnya tidak menghadapi dampak yang serius karena memiliki potensi besar dalam produksi pangan. Namun, sayangnya hal itu belum dilakukan sungguh-sungguh. Negara lain lebih siap menghadapi kenaikan harga pangan dibandingkan dengan Indonesia. China, misalnya, sejak awal mengamankan stok pangan nasionalnya. Sehingga bisa berkompetisi dengan kenaikan harga dunia.

Sementara Singapura, meski bukan produsen pangan, negara ini mampu bertahan karena aktivitas bisnisnya terus berkembang. Ekonomi Indonesia yang berbasis sistem produksi primer relatif lamban responsnya. Meningkatkan produksi butuh waktu enam bulan, sedangkan masyarakat tidak bisa menunggu selama itu. Karena itu, pemerintah membuat kebijakan ekstra struktural untuk mengatasi masalah pangan.

Liberalisasi perdagangan ASEAN memosisikan Indonesia pada dua kondisi yang dilematis, antara menjadi pasar produk pangan dari luar atau mengekspor produk pangan domestik ke pasar internasional. Kesulitan paling fundamental adalah masalah kuantitas, kualitas, dan kontinuitas serta harga produk kita yang kadang kurang kompetitif.

Membanjirnya jeruk jenis tertentu di pasaran dengan kualitas lebih baik dan harga lebih murah dibanding produk lokal merupakan kenyataan. Mengapa terjadi? Penyebab utamanya adalah biaya transportasi. Sebagai contoh, biaya transportasi dari Medan ke Jakarta lebih mahal dibanding Bangkok-Jakarta akibat tingginya pungutan liar dan infrastruktur yang kurang menunjang, serta belum adanya insentif transportasi produk pertanian.

Mengatasi kondisi ini tentu membutuhkan keberpihakan dalam menekan biaya produksi dan pemasaran produk pertanian, termasuk tata niaga, agar daya saing komoditas pertanian kian kuat. Hampir semua komoditas, mulai bawang merah, wortel, tomat, mangga, jeruk, duku, telur, ikan, daging ayam, secara periodik selalu mengalami tekanan harga luar biasa saat panen raya. Ironisnya, kita juga sering tidak berdaya menahan harga komoditas pangan saat pasokan dalam negeri menurun.
Comments



Klik disini untuk melanjutkan »»

Bermimpi Indonesia Merdeka dari Utang

.
0 komentar

Ketergantungan pada utang luar negeri dan intervensi asing membelenggu Indonesia untuk bisa membuat lompatan-lompatan jauh ke depan dalam perbaikan ekonomi. Benarkah Indonesia sekarang ini mengalami apa yang disebut sebagai Fisher’s Paradox?
Mengapa semakin besar utang luar negeri yang dibayar, semakin besar akumulasi utang? Benarkah kita sudah merdeka secara ekonomi?
Seorang panelis pada Diskusi ”Sewindu Reformasi Mencari Visi Indonesia 2030” pekan lalu mengatakan, sampai sekarang ia tidak melihat ada keinginan dan komitmen jelas dari pemerintah untuk menghentikan ketergantungan pada utang atau keluar dari jerat utang.
Hal ini bisa dilihat dari tidak adanya langkah signifikan yang ditempuh pemerintah untuk mengurangi beban utang luar negeri. Mulai dari langkah moderat dengan menolak utang baru hingga langkah paling radikal meminta penghapusan utang, atau bahkan melakukan pembangkangan dengan mengemplang utang karena sebagian utang luar negeri yang ada saat ini dianggap sebagai utang najis (odious debt).
Alih-alih meminta penghapusan utang, sekadar mempercepat pelunasan utang kepada Dana Moneter Internasional (IMF) pun pemerintah terkesan berat hati. Tahun lalu, keberatan untuk mempercepat pelunasan utang kepada IMF dikemukakan antara lain oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah.
Menurut Gubernur BI, meskipun tidak dapat digunakan, dana IMF yang masih tersisa sebesar 7,8 miliar dollar AS bisa diputar oleh BI untuk menambah penghasilan pemerintah.




Tahun ini, setelah IMF menaikkan suku bunga pinjaman dari 3,5 menjadi 4,5 persen, keberatan untuk mempercepat pelunasan utang IMF disuarakan langsung oleh pejabat Departemen Keuangan. Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Mulia P Nasution mengatakan pelunasan utang kepada IMF dapat memancing para spekulan untuk menarik dana mereka dari Indonesia.
Sikap ini dinilai sebagai upaya mempertahankan intervensi IMF di negeri ini. Sikap pemerintah yang menolak anjuran Koalisi Anti-Utang agar menghapuskan utang lama dan menolak utang baru juga sangat bertolak belakang dengan kecenderungan internasional yang semakin kritis terhadap utang. Kritik tidak hanya muncul berkaitan dengan efektivitas utang itu sendiri, tetapi juga sisi kelembagaannya, sisi ideologi, serta implikasi sosial politiknya.
Dari efektivitas, secara internal utang luar negeri tidak hanya menghambat tumbuhnya kemandirian ekonomi negara-negara pengutang. Utang juga mengakibatkan kontraksi belanja sosial, merosotnya kesejahteraan rakyat, dan melebarnya kesenjangan ekonomi (Pearson, 1969; Kindleberger dan Herrick, 1997; Todaro, 1987).
Secara eksternal, utang luar negeri juga meningkatkan ketergantungan negara-negara Dunia Ketiga pada pasar luar negeri, modal asing, dan juga pada tradisi pembuatan utang luar negeri secara berkesinambungan (Payer, 1974; Gelinas, 1998).
Dari sisi kelembagaan, lembaga-lembaga keuangan multilateral penyalur utang luar negeri, seperti IMF, Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Asia (ADB) sendiri dinilai tidak transparan dan tidak akuntabel. Mereka dianggap sebagai kepanjangan tangan negara-negara negara-negara maju pemegang saham utama lembaga-lembaga tersebut, untuk mengintervensi negara-negara pengutang (Rich, 1999; Stiglitz, 2002; Pincus dan Winters, 2004).
Dari sisi ideologi, utang luar negeri dituding telah dipakai oleh negara-negara kreditor, terutama AS, sebagai sarana untuk menyebarluaskan kapitalisme neoliberal ke seluruh penjuru dunia dan ”menguras dunia” (Erlerm, 1989). Dari sisi implikasi sosial politik, utang luar negeri dicurigai sengaja dikembangkan oleh negara-negara kreditor untuk mengintervensi negara-negara pengutang.
Secara tidak langsung, utang dianggap juga bertanggung jawab atas lahirnya rezim-rezim diktator, kerusakan lingkungan, meningkatnya tekanan migrasi, perdagangan obat-obatan terlarang, serta terjadinya konflik dan peperangan (Gilpin, 1987; George, 1992; Hanton, 2000).
Masalah utang luar negeri sebenarnya bukan masalah baru bagi Indonesia, karena Indonesia sudah menjadi pelanggan utang, bahkan sebelum merdeka. Tetapi, utang baru menjadi masalah serius setelah terjadi transfer negatif bersih (utang yang diterima lebih besar dibandingkan cicilan pokok dan bunga utang yang harus dibayar setiap tahun) dalam transaksi utang luar negeri pemerintah pada tahun anggaran 1984/1985.
Tahun 1950, utang pemerintah tercatat 7,8 miliar dollar AS, terdiri dari utang warisan Hindia Belanda 4 miliar dollar AS dan utang luar negeri baru 3,8 miliar dollar AS.
Pada awal kemerdekaan, sikap Soekarno-Hatta sebagai Bapak Pendiri Bangsa cenderung mendua. Di satu sisi, mereka memandang utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan yang sangat dibutuhkan untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat. Di sisi lain, mereka mewaspadai kemungkinan penggunaan utang luar negeri sebagai sarana untuk mencederai kedaulatan Indonesia sehingga mereka cenderung menetapkan persyaratan cukup ketat dalam membuat utang luar negeri.
Syarat tersebut, negara kreditor tidak boleh mencampuri urusan politik dalam negeri, dan suku bunga tidak lebih dari 3-3,5 persen per tahun. Selain itu, jangka waktu utang cukup lama, untuk keperluan industri 10-20 tahun dan untuk pembangunan infrastruktur lebih lama lagi (Hatta, 1970).
Jadi, selain melihat utang luar negeri sebagai sebuah transaksi ekonomi, mereka dengan sadar memasukkan biaya politik sebagai pertimbangan dalam berutang. Sikap ini pula yang membuat Soekarno waktu itu dengan gagah, berani mengatakan ”go to hell with your aid” kepada AS yang berusaha mengaitkan utang dengan tekanan politik.
Pemutus lingkaran setan?
Pasca-Soekarno, utang mengalami pembengkakan secara dramatis. Orde Baru, dipelopori oleh kelompok orang-orang terbaik yang disebut Mafia Berkeley, menganggap utang luar negeri sebagai salah satu langkah tepat untuk memutus lingkaran setan kemiskinan melalui pembangunan besar-besaran (the big push theory), yang di antaranya dibiayai dengan utang.
Total utang yang pada akhir era Soekarno baru sebesar 6,3 miliar dollar AS (terdiri dari 4 miliar dollar AS warisan Hindia Belanda dan 2,3 miliar dollar AS utang baru) membengkak menjadi 54 miliar dollar AS pada akhir pemerintahan Soeharto.
Selama dua tahun era BJ Habibie, utang bertambah lagi 23 miliar dollar AS menjadi 77 miliar dollar AS. Sekarang ini total utang luar negeri sekitar 78 miliar dollar AS. Ditambah utang dalam negeri, pada pascakrisis 1997, total utang Indonesia pernah mencapai sekitar Rp 2.100 triliun.
Dengan total utang Rp 1.318 triliun dan jumlah penduduk sekitar 210 juta jiwa sekarang ini, setiap penduduk Indonesia (termasuk bayi baru lahir) terbebani utang sekitar Rp 7 juta.
Sementara kekayaan alam dan kemandirian serta kapasitas kita untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat terus tersandera oleh beban membayar cicilan dan bunga utang yang menyita hingga sepertiga sendiri anggaran belanja APBN. Posisi Utang Rp 1.318 ini terdiri dari Rp 636,6 triliun utang dalam negeri dan 76,6 miliar dollar AS utang luar negeri.
Hasil penelitian Reinhard, Rogoff, dan Savastano tahun 2003 (Almizan Ulva, 2004), batas aman rasio utang luar negeri (pemerintah dan swasta) terhadap PDB negara berkembang adalah 15-20 persen.
Apabila seluruh portofolio utang pemerintah dikonversi menjadi utang luar negeri, menurut Almizan Ulva—peneliti dari Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerja Sama Internasional Depkeu—rasio utang luar negeri pemerintah terhadap PDB (tahun dasar 2000) pada 2004 adalah sebesar 52,2 persen. Tingginya angka ini menyebabkan risiko gagal bayar (default) Indonesia juga tinggi.
Sebenarnya utang luar negeri masih bisa diterima selama itu digunakan dengan baik untuk membangun ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, serta tidak mengakibatkan beban berlebihan pada keuangan negara dan tidak diembel-embeli dengan persyaratan yang memberatkan. Akan tetapi, yang terjadi di Indonesia, utang banyak bocor sehingga sasaran yang ingin dituju melalui strategi big push theory juga tidak tercapai.
Prinsip gali lubang tutup lubang masih terjadi karena untuk membayar utang lama, pemerintah harus terus membuat utang baru. Akibat salah kelola utang, Indonesia dalam lingkaran setan perangkap utang (debt trap). Sebuah kajian independen Bank Dunia pernah menyebutkan, sekitar 30 persen utang luar negeri dikorupsi oleh rezim berkuasa pada era Soeharto sehingga kemudian muncul anggapan utang itu utang ”najis” yang tidak pantas dibayar.

Tudingan bahwa lembaga seperti IMF dan Bank Dunia diboncengi kepentingan perusahaan-perusahaan dari negara-negara kreditor juga diakui oleh AS. Selama kurun tahun 1980-an hingga awal 1990-an saja, IMF sudah menerapkan program penyesuaian struktural di lebih dari 70 negara berkembang yang mengalami krisis finansial. Setiap tahun, Bank Dunia juga memberikan sekitar 40.000 kontrak kepada perusahaan swasta. Sebagian besar kontrak ini jatuh ke perusahaan-perusahaan dari negara-negara maju.
Departemen Keuangan AS mengaku, untuk setiap dollar AS yang dikontribusikan AS ke lembaga-lembaga multilateral, perusahaan-perusahaan AS menerima lebih dari dua kali lipat jumlah itu dari kontrak-kontrak pengadaan untuk program-program atau proyek-proyek yang dibiayai dengan pinjaman lembaga-lembaga tersebut.
Ini bukan hanya terjadi pada pinjaman multilateral. Pinjaman bilateral, seperti dari Jepang, pun biasanya diikuti persyaratan sangat ketat menyangkut penggunaan komponen, barang, jasa (termasuk konsultan), dan kontraktor pelaksana untuk pelaksanaan proyek. Melalui modus ini, selain bisa me-recycle ekses dana yang ada di dalam negerinya, Jepang sekaligus bisa menggerakkan perusahaan dalam negerinya yang lesu lewat pengerjaan proyek-proyek yang dibiayai dengan dana utang ini.ngutang
Dari pinjaman yang disalurkannya ini, dana yang mengalir kembali ke Jepang dan negara-negara maju lain sebagai kreditor jauh lebih besar ketimbang yang dikucurkan ke Indonesia sebagai pengutang. Dus Indonesia sebagai negara debitor justru menyubsidi negara-negara kaya yang menjadi kreditornya.
Yang belum terlihat sampai sekarang memang keinginan atau komitmen kuat Pemerintah Indonesia untuk mengurangi utang. Memang benar banyak negara lain berutang. Bahkan, AS yang besar itu pun memiliki utang sangat besar. Tetapi, mereka memiliki kapasitas untuk membayar.
Seperti kata seorang panelis, kemandirian hanya bisa dibangun jika kita bisa menolong diri sendiri. Dalam kaitan dengan utang, mungkin menolong diri sendiri untuk keluar dari jebakan utang.
Hal ini terbuka untuk dilakukan dengan cadangan devisa yang kini sekitar 43 miliar dollar AS. Namun, tampaknya pemerintah tidak mengambil kesempatan itu, seperti juga mereka tidak pernah memaksimalkan diplomasi utang untuk mengurangi beban utang yang ada.
Untuk bisa menatap 2030 sebagai bangsa bermartabat dan berdaulat, tidak diintervensi kekuatan atau kepentingan luar, kita harus berani membebaskan diri dari utang yang bersamanya ada persyaratan yang mengikat kebebasan kita untuk mengatur ekonomi dalam negeri kita sendiri sesuai dengan kebutuhan lokal dan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Kalaupun tidak langkah drastis seperti mengemplang utang, setidaknya ada semacam konsensus nasional untuk menghentikan tradisi membuat utang baru. Visi soal utang dan kemandirian ekonomi ini yang belum ada sekarang ini.
(Sri Hartati Samhadi)
sumber:http:///kompas-cetak/0605/20/sorotan/2659164.htm



Klik disini untuk melanjutkan »»

Penyalahgunaan Alkohol dan Ketergantungan

.
0 komentar

Obat

Obat dapat digunakan untuk membantu mengobati ketergantungan alkohol dan penyalahgunaan. Beberapa obat-obatan mengurangi gejala penarikan selama detoxification. Obat-obatan lainnya membantu Anda tinggal seadanya panjang selama proses pemulihan.
Obat Choices




Obat-obatan lebih sering digunakan untuk mengobati gejala penarikan selama detoxification termasuk:

* Antianxiety obat-obatan (benzodiazepines seperti diazepam), yang merawat dengan gejala seperti igauan tremens (DTS).
* Penyitaan obat-obatan untuk mengurangi atau menghentikan parah gejala penarikan selama detoxification.

Obat-obatan yang digunakan untuk membantu Anda tetap bijaksana termasuk:

* Disulfiram (Antabuse), yang akan mengurangi kenikmatan menghasilkan alkohol dan membuat anda sakit perut anda ketika anda minum.
* Naltrexone (ReVia, Vivitrol), yang dengan senang interferes anda dapatkan dari minum. Vivitrol adalah sekali-a-bulan suntikan yang digunakan untuk mengobati ketergantungan alkohol.
* Acamprosate (Campral), yang dapat mengurangi perdambaan untuk alkohol.
* Topiramate (Topamax), obat-obatan yang digunakan untuk mengobati serangan. Salah satu studi baru-baru ini menunjukkan bahwa hal itu juga dapat membantu mengobati alkohol problems.6 Ahli adalah belajar bagaimana ini obat-obatan, dan obat-obatan seperti itu, mungkin dengan membantu pemulihan dari penyalahgunaan alkohol dan addiction.

Tentang apa yang harus dipikirkan

Penyalahgunaan alkohol bisa menyebabkan tubuh Anda menjadi rendah dalam beberapa vitamin dan mineral, terutama thiamine (vitamin B1). Anda mungkin perlu mempertimbangkan thiamine suplemen untuk meningkatkan gizi selama pemulihan. Thiamine membantu mencegah sindroma Wernicke-Korsakoff, yang menyebabkan otak damage.7

Anda juga mungkin perlu suplemen untuk membantu menggantikan cairan dan electrolytes.

The US Food and Drug Administration (FDA) telah mengeluarkan sebuah nasihat tentang injectable bentuk naltrexone. Anda mungkin memiliki kulit reaksi di tempat suntikan, tempat dimana gambar yang diberikan. Panggil dokter jika Anda akan melihat adanya perubahan kulit di tempat suntikan, seperti pembengkakan, kesakitan, kemerahan, atau sakit, yang tidak meningkatkan atau makin besar dalam waktu 2 minggu.

Klik disini untuk melanjutkan »»

Kiat Meningkatkan Nilai IPK

.
0 komentar



Haaareee geenee IPK masih rendah? ;) Ok untuk siswa atau mahasiswa yang bermasalah dengan nilai raport dan IPK, sepertinya perlu mengikuti kiat yang selama ini saya lakukan. Kiat yang saya lakukan adalah best practice, terbukti bin manjur bisa meraup dolar eh maksud saya nilai yang memuaskan, sudah saya buktikan sejak saya bersekolah di SMA dan 10 tahun di jurusan computer science di Saitama University. Kiatnya pasti banyak ya? Oh tidak, justru sangat sedikit, cuman ada dua. Kiatnya pasti nyontek ulangan atau copy paste tugas mandiri? Tidak sama sekali. Kiat saya halal dan toyib, jauh dari unsur kemaksiatan dan perbuatan tidak terpuji lain. Tertarik? Ikuti terus artikel ini.





Nah kiat mendapatkan nilai raport dan IPK tinggi itu hanya ada dua:

1.

Kejar nilai untuk mata pelajaran atau mata kuliah yang secara umum tidak terlalu disenangi siswa/mahasiswa. Apa itu? Oh banyak, contohnya geografi, agama, kesenian, dsb atau untuk yang kuliah di jurusan computing, ada fisika dasar, teknik kompilasi, automaton/formal language, dsb. Lakukan survey kecil-kecilan ke temen seangkatan atau kakak angkatan, saya yakin banyak sekali mata kuliah yang tidak digemari mahasiswa. Intinya di mata kuliah yang diemohi mahasiswa itu, mereka biasanya down nilainya. Nah ini dia kesempatan kita, di saat nilai mereka “pasti rendah”, kita berdjoeang untuk nilai “pasti tinggi” … hehehe. Nah hasil dari tahap satu yaitu kalau ada IPK khusus untuk “mata kuliah tidak populer” kita pasti nomor satu :)
2.

Sudah mantab dengan langkah satu? Langkah dua adalah jangan berhenti, lanjutkan mengejar nilai untuk mata pelajaran atau mata kuliah yang secara umum disenangi siswa/mahasiswa … hehehe. Belajar keras, kerjakan semua tugas, kalau perlu kejar terus dosen kalau ada yang masih nggak ngerti di mata kuliah “populer” itu. Kalaupun kita tidak bisa mendapatkan nilai sempurna alias sedang-sedang saja ya nggak apa-apa, asal sudah berusaha. Yang pasti karena IPK adalah nilai kumulatif dari mata kuliah “tidak populer” dan “populer”, total nilai kita akan tetap tinggi tho. Lha kan kita sudah jadi the first rank untuk mata kuliah “tidak populer” … hihihi.

Akhir semester silakan dilihat nilai IPK atau raportnya, saya yakin nilai anda akan meningkat. Kalau masih belum naik, lanjutkan tahap 1 dan 2 di semester berikutnya. Kalaupun sampai akhir kuliah tidak naik-naik juga, ya apa boleh buat, memang level kekuatan anda seperti itu. Mungkin anda kurang berdoa, kurang sholat malam atau kurang puasa senin-kamis, sehingga ridha dan “lucky” dari yang Diatas tidak menyertai anda. Tapi jangan khawatir, IPK bukan segalanya, masih banyak cara lain dan perlu juga dicatat banyak orang sukses yang IPKnya hancur kok. Untuk yang sudah ber-IPK bagus, jangan cepat puas apalagi sombong dan takabur, karena faktor-faktor itulah yang membuat orang seperti anda tidak sukses ketika masuk ke dunia kerja.

Terakhir, sekali lagi, IPK nggak penting karena hanya masalah dasar saja. Makanya, kalau IPK yang dasar saja sudah jatuh duluan, gimana yang lain … hehehe

ttd-small.jpg

Klik disini untuk melanjutkan »»

Mengapa Berhenti Merokok?

.
0 komentar

Rokok telah menjadi benda kecil yang paling banyak digemari. Merokok telah menjadi gaya hidup bagi banyak pria dan wanita, bahkan termasuk anak-anak dan kaum remaja. Kebiasaan merokok telah mengakibatkan banyak penyakit dari gangguan pernapasan hingga kanker. Meski menyadari bahaya merokok, orang-orang di seluruh dunia masih terus mengisap belasan milyar batang rokok setiap harinya.


MerokokJumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga tertinggi di dunia. Jumlah perokok di negara-negara berkembang jauh lebih banyak dibanding jumlah perokok di negara maju. Angka yang sangat memprihatinkan mengingat akibat buruk dari merokok baru akan dirasakan dalam jangka panjang.


Kandungan Sebatang Rokok

Zat apa saja yang terdapat dalam sebatang rokok? Nikotin merupakan zat utama yang terdapat pada rokok. Namun, lebih dari 700 jenis bahan kimia tambahan kemungkinan digunakan oleh perusahaan rokok untuk menambah kenikmatan merokok. Beberapa bahan bahkan begitu beracun sehingga beberapa pabrik rokok besar biasanya akan memiliki standar yang tinggi untuk membuang bahan-bahan beracun yang sangat berbahaya tersebut.

Perokok pasif bisa mendapat dampak negatif yang lebih mengerikan jika asap rokok dihirup mereka.
Selain itu, asap rokok mengandung 4.000 zat kimia, termasuk arsenik, aseton, butan, karbon monoksida, dan sianida. Asap rokok yang dihirup oleh perokok maupun perokok pasif akan menganduk 43 zat yang diketahui menyebabkan kanker. Itu sebabnya bagi perokok pasif bisa mendapat dampak negatif yang lebih mengerikan jika asap rokok dihirup mereka.


Bahaya Rokok

Apa saja akibat buruk dari gaya hidup yang merusak kesehatan ini? Apa saja penyakit yang disebabkan karena merokok? Berikut ini beberapa penyakit dan dampak negatif yang disebabkan karena merokok:

*
Penyakit Jantung
Rokok juga merupakan salah satu penyebab utama serangan jantung. Kematian seorang perokok akibat penyakit jantung lebih banyak dibanding kematian akibat kanker paru-paru. Bahkan rokok rendah tar atau rendah nikotin tidak akan mengurangi risiko penyakit jantung. Karena beberapa dari rokok-rokok yang menggunakan filter meningkatkan jumlah karbon monoksida yang dihirup, yang membuat rokok tersebut bahkan lebih buruk untuk jantung daripada rokok yang tidak menggunakan filter.

Nikotin yang dikandung dalam sebatang rokok bisa membuat jantung Anda berdebar lebih cepat dan meningkatkan kebutuhan tubuh Anda akan oksigen. Asap rokok juga mengandung karbon monoksida yang beracun. Zat beracun ini berjalan menuju aliran darah dan sebenarnya menghalangi aliran oksigen ke jantung dan ke organ-organ penting lainnya. Nikotin dapat mempersempit pembuluh darah sehingga lebih memperlambat lagi aliran oksigen. Itu sebabnya para perokok memiliki risiko terkena penyakit jantung yang sangat tinggi.
*
Kanker Paru-Paru
Asap rokok dari tembakau mengandung banyak zat kimia penyebab kanker. Asap yang diisap mengandung berbagai zat kimia yang dapat merusak paru-paru. Zat ini dapat memicu terjadinya kanker khususnya pada paru-paru. Kanker paru-paru merupakan kanker yang paling umum yang diakibatkan oleh merokok. Penyebaran kanker paru-paru dalam tubuh terjadi secara senyap hingga menjadi stadium yang lebih tinggi. Dalam banyak kasus, kanker paru-paru membunuh dengan cepat.
*
Emfisema
Perokok berat yang sudah bertahun-tahun akan mengalami emfisema. Emfisema merupakan penyakit yang secara bertahap akan membuat paru-paru kehilangan elastisitasnya. Jika paru-paru kehilangan keelastikannya, maka akan sulit untuk mengeluarkan udara kotor. Tanda-tandanya adalah mulai mengalami kesulitan bernapas pada pagi dan malam hari. Lalu mudah terengah-engah. Tanda lainnya adalah sering mengalami flu berat, disertai dengan batuk yang berat, dan mungkin dengan bronkhitis kronis. Batuknya sering kali tidak berhenti dan menjadi kronis.
*
Lebih Cepat Tua
Hasil penelitian terhadap para perokok menunjukkan bahwa wajah para perokok pria maupun wanita lebih cepat keriput dibandingkan mereka yang tidak merokok. Proses penuaan dini tersebut meningkat sesuai dengan kebiasaan dan jumlah batang rokok yang dihisap. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa para perokok berat memiliki keriput pada kulit hampir lima kali lipat dibandingkan orang yang tidak merokok. Bahkan proses penuaan dini sudah dimulai bagi para remaja yang merokok seperti kulit keriput, gigi menguning, dan nafas tak sedap.
*
Kerusakan Tubuh
Dampak negatif merokok tidak hanya membahayakan paru-paru, jantung, dan saluran pernapasan. Kebiasaan merokok menurut penelitian bisa merusak jaringan tubuh lainnya. Belasan penyakit yang berkaitan dengan penggunaan tembakau bahkan mencakup pneumonia (radang paru-paru), penyakit gusi, leukemia, katarak, kanker ginjal, kanker serviks, dan sakit pada pankreas. Penyebabnya karena racun dari asap rokok menyebar ke mana-mana melalui aliran darah. Merokok dapat mengakibatkan penyakit di hampir setiap organ tubuh.


Mengapa Berhenti Merokok?

Apakah Anda menyadari bahaya merokok? Akibat merokok terhadap kesehatan tubuh benar-benar merugikan. Menurut statistik, di seluruh dunia, jumlah perokok yang meninggal karena penyakit akibat merokok berjumlah hampir tiga kali jumlah orang yang meninggal karena alkohol dan narkoba. Bahkan jumlah perokok yang meninggal karena penyakit tersebut berjumlah enam kali lipat dibandingkan karena kecelakaan mobil. Selain itu, usia perokok biasanya 13 hingga 14 tahun lebih pendek daripada orang yang tidak merokok.

Setelah membaca fakta-fakta ini, apakah Anda akan menjadi seperti perokok yang meskipun telah membaca begitu banyak fakta mengerikan sehubungan dengan merokok kemudian memutuskan untuk berhenti membaca artikel tersebut? Atau Anda berani mengatakan tidak kepada rokok?


Klik disini untuk melanjutkan »»

Menyadap Tuhan Melalui Telekomunikasi

.
0 komentar



Mengapa BlackBerry laris-manis? Menurut kelakar yang beredar, musababnya adalah karena banyak orang meyakini ponsel ini antisadap. ”Tak heran Anggota Dewan banyak yang memesan,” canda seorang petinggi di suatu operator penyedia layanan BlackBerry.

Kelakar itu kontekstual, baik untuk fenomena booming BlackBerry, maupun juga menggambarkan situasi politik nasional setahun belakangan ini yang diwarnai dengan pengungkapan kasus melalui teknik penyadapan telekomunikasi. Bahkan pengungkapan percakapan telekomunikasi menjadi sebuah preseden hukum baru dan mendapat apresiasi ketika dilakukan pada tingkat Mahkamah Konstitusi.

Bak bola salju, belakangan ini pemutaran rekaman penyadapan telepon di ruang pengadilan makin sering dilakukan dan cenderung menjadi hal yang lumrah. Bahkan, percakapan-percakapan vulgar menyangkut aktivitas seksual mau tak mau ikut diungkap (dan disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi nasional). Seakan-akan, rekaman pembicaraan masyarakat bisa dengan mudah diperoleh untuk dijadikan alat bukti.

Depkominfo vs KPK
Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo), Tifatul Sembiring, sempat menengarai terjadi saling sadap antarinstansi pemerintah sehingga perlu diberlakukan pengaturan. "Berhubung telah keluarnya Undang-Undang (UU) IT Nomor 11 Tahun 2008, maka perlu diatur penyadapan dengan PP sehingga tak main sadap saja. Konsep RPP sudah ada dan diharapkan enam bulan mendatang selesai," katanya. Menurut Tifatul, di negara lain, seperti Australia, Korea, dan Jepang, penyadapan (lawful interception) itu dihela di bawah kendali Departemen ICT seperti Depkominfo (Koran Jakarta, 7 Desember 2009).
Kontan Rencana Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Intersepsi (RPP Penyadapan) ini mengundang reaksi. Jumbuh dengan konteks ontran-ontran politik dalam soal dugaan pelemahan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), maka segera peraturan ini dituduh sebagai bagian dari upaya besar untuk melemahkan lembaga independen itu. RPP dianggap akan membatasi gerak KPK dalam penyadapan yang sudah menjadi kewenangan lembaga itu melalui Undang-undang KPK. Dalam Pasal 12 huruf (a) UU No 30 Tahun 2002 tentang Tipikor disebutkan, dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf c, KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.

Tak kurang dari Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, mewanti-wanti bahwa sebaiknya RPP tersebut tidak menyangkut substansi. "Tetapi jika isinya mengatur mengenai obyek, subyek, dan siapa yang berhak menyadap, itu sudah ranah UU, bukan PP," katanya. Menurut Mahfud, RPP hanya diperbolehkan mengatur tentang mekanisme penyadapan. Izin pengadilan itu harus diatur dalam UU (kompas.com, 21 Desember 2009). MK juga sudah pernah mengeluarkan keputusan yang memperkuat kewenangan KPK atas penyadapan, yaitu pada putusan Nomor 6 Tahun 2003 dan Nomor 11 Tahun 2006.

Bahkan pro-kontra makin memanas ketika kemudian tersulut perseteruan antara anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Adnan Buyung Nasution, dengan Tifatul Sembiring. Buyung heran dengan kengototan Tifatul. "Jangan-jangan dia disuruh koruptor atau termasuk juru bicaranya. Itu sebagai corruptor fight back," tuduhnya. Mendengar ini, Tifatul mengancam akan memberhentikan Buyung dari Wantimpres (yang jelas terdengar hanya merupakan respons emosional saja). Yang jelas poin dari pendiri YLBHI ini adalah pemerintah boleh saja membuat aturan soal penyadapan. Namun, hal itu hanya bisa berlaku untuk polisi dan kejaksaan saja.


“Boleh dibikin tapi dikecualikan buat KPK, KPK jangan diganggu dulu,” tegas Buyung.
Kecurigaan bahwa target utama RPP Penyadapan ini adalah KPK sangat beralasan. Ada banyak poin dalam rancangan yang bertentangan dengan UU KPK. Juru Bicara KPK Johan Budi menyampaikan, KPK sudah menyerahkan delapan masukan terkait pembahasan RPP Penyadapan untuk Menkominfo Tifatul Sembiring.


Delapan masukan itu adalah, soal persyaratan penyadapannya; penetapan ketua pengadilannya (terkait syarat pengajuan izin ke pengadilan sebelum menyadap); pengertian penyadapan sendiri, sebab antara UU ITE dengan UU KPK itu berbeda pengertiannya; tata cara dan syarat penyadapan, karena harus dalam UU bukan PP; masalah pusat pelayanan intersepsi, di mana KPK menolak karena penyadapan bersifat rahasia; masalah izin penyadapan yang harus diperjelas; standar peralatan penyadapan juga harus diperjelas; masalah administrasinya juga harus diperjelas (kompas.com, 18 Desember 2009).

Depkominfo vs KPI
Bukan sekali ini saja Depkominfo ”bentrok” dengan lembaga independen lain dan cenderung ingin mengambil alih wewenang sebagai regulator. Sebelum ini Depkominfo juga ”bertarung” dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam tarik-menarik soal ijin untuk lembaga penyiaran existing.

Pada kasus itu, KPI merasa Depkominfo menjadikan mereka subregulator penyiaran saja. Ini akibat penerbitan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No. 17/P/M.KOMINFO/6/2006 tertanggal 7 Juni 2006 yang mengatur tentang tata cara penyesuaian izin penyelenggaraan penyiaran bagi lembaga penyiaran swasta dan berlangganan existing. Permenkominfo Nomor 17 ini adalah turunan dari PP No. 50 dan 52 PP Penyiaran yang ditolak keabsahannya oleh DPR dan KPI. Penolakan ini dilakukan karena DPR dan KPI melihat ketidaksesuaian antara isi yang diatur dalam PP Penyiaran dengan UU Penyiaran. Padahal jelas, kapanpun dan dimanapun, produk perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan produk di atasnya (http://kpi.go.id, 13 Juni 2006).


Menurut Agus Sudibyo (Direktur Yayasan Sains, Estetika, dan Teknologi (SET), http://agussudibyo.wordpress.com), Peraturan Menkominfo No. 17/2006 menunjukkan bahwa prioritas Depkominfo bukanlah pelembagaan sebuah public service information apparatus. Begitu banyak peristiwa nasional: tsunami di Aceh, bencana busung lapar, gizi buruk, flu burung, dan terakhir gempa bumi di DIY-Jawa Tengah yang luput dari keterlibatan Depkominfo sebagai information apparatus.

Lembaga ini justru sibuk memerlebar rentang otoritasnya, hingga menjangkau ranah media dan penyiaran yang sesungguhnya sudah tidak relevans lagi diatur pemerintah. Semakin lama semakin jelas prioritas utama Depkominfo adalah bagaimana mengembalikan otoritasnya sebagai regulator media. Di sini, kita bukan hanya berbicara upaya untuk mengambil alih otoritas regualtor penyiaran dari KPI. Dalam kaitannya dengan pers cetak, ada indikasi-indikasi untuk mengambil fungsi-fungsi Dewan Pers sebagaimana diatur dalam UU Pers No. 40 1999. Menurut Agus, posisi sebagai regulator media memang mengandung potensi politik-ekonomi yang sangat besar dan patut diperebutkan. Dari posisi inilah dahulu Departemen Penerangan secara efektif dan otoriter mengontrol sikap politik media. Dari sisi ekonomi, izin penyiaran dapat diperlakukan layaknya komoditas yang bisa diperjualbelikan tanpa prosedur yang transparan dan fair. Dan bukan rahasia lagi bahwa praktek ini telah menghasilkan keuntungan ekonomi bagi para pejabat publik di departemen teknis pemerintah yang memegang otoritas izin penyiaran.

USO yang ”Too Slow”
Jika dirunut balik, Depkominfo hadir sebagai jelmaan hasil ”merger” Departemen Penerangan plus Dirjen Pos dan Telekomunikasi (Dirjen Postel), melalui Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005. Kehadiran Dirjen Postel ini membawa konsekuensi finansial yang besar karena di bawahnya terseret belanja pemerintah yang besar dalam sektor telekomunikasi, mengikuti arus besar perkembangan infrastruktur ekonomi dunia yang berbasis teknologi telekomunikasi dan informasi.

Menurut Bisnis Indonesia (5 Agustus 2009), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) dalam kurun waktu 2005-2008 terutama berasal dari PNBP Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi yang dipungut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2005 tentang Tarif atas PNBP yang berlaku pada Depkominfo. Jenis penerimaan tersebut terdiri atas biaya hak penyelenggaraan frekuensi, biaya hak penyelenggaraan jasa telekomunikasi, pendapatan jasa tenaga, pekerjaan informasi, pelatihan dan jasa teknologi, kontribusi kewajiban pelayanan universal telekomunikasi (Universal Service Obligation), dan pendapatan pendidikan, sewa, dan penghapusan aset.
Tahun 2008, realisasi penerimaan PNBP Depkominfo sebesar Rp7,7 triliun, mengalami peningkatan Rp2,6 triliun atau 51% dibandingkan dengan realisasi pada 2007sebesar Rp5,1 triliun.

Lantas, sampai pertengahan tahun 2009, pemerintah membukukan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp7,2 triliun, di antaranya dari penggelaran broadband wireless access sebesar hampir Rp900 miliar, dari penjualan pita frekuensi seluler generasi ketiga (3G) ke Telkomsel sebesar Rp160 miliar ditambah up front fee Rp160 miliar. Nilai itu bisa saja bertambah apabila empat operator 3G lainnya juga menambah pita 3G tambahan sebesar 1 blok atau 5 MHz sehingga berpotensi memberikan pundi-pundi keuangan pemerintah sebanyak Rp1,5 triliun.

Dari jumlah itu, Depkominfo akan membelanjakannya sebagian besar untuk melanjutkan proyek USO (Universal Service Obligation). Depkominfo masih berutang menggelar pembangunan telepon perdesaan dalam kerangka USO di 31.824 ribu desa (desa berdering) dan program desa pintar yang berbasis internet (5.748 kecamatan).

Skema pembiayaan USO yang sudah dimulai sejak 2006 ini bisa disebut tidak berjalan mulus, too slow. Persoalan hukum muncul akibat tender yang bermasalah menjadi kendala paling berat kemulusan pelaksanaannya. Baru menjelang akhir tahun 2009 ini proyek desa berdering mulai terealisir.

Sebelumnya, XL memilih mundur dari tender. Presiden Direktur PT Excelcomindo Pratama Tbk. (XL) Hasnul Suhaimi mengatakan pihaknya mundur dari tender USO karena tidak mau setengah-setengah. "Setelah dipikir-pikir, perhitungan kami dalam program USO ini tidak pas hitungannya. Dibanding setengah-setengah, lebih baik kami fokus pada kualitas layanan, kami juga punya pelanggan yang perlu diperhatikan," ujar Hasnul. XL akan tetap menyokong program tersebut dengan menyiapkan harga khusus bagi pihak yang mau menggunakan infrastruktur XL dalam proyek USO. "USO ini kan thin client. Jadi kami bisa berikan volume discount," papar Hasnul (detik.com, 20 November 2007).

Setelah agak beres dengan desa berdering, maka USO akan dilanjutkan dengan inovasi lain, yaitu ”desa internet” atau Internet Kecamatan. Namun, lagi-lagi, proses tender tampaknya tak akan berjalan mulus. Menurut Investor Daily (16 November 2009), minat operator ikut tender minim. Dari 19 peserta tender, operator telekomunikasi yang maju ke babak selanjutnya hanya Telkom dan Telkomsel. Peserta tender lainnya mundur, seperti PT Aplikanusa Lintasarta (anak usaha Indosat), PT Icon+ (anak usaha PLN), PT Pos Indonesia, PT Raharja Media Internet, dan PT Netwave Multimedia, PT Indosat Mega Media/IM2, dan PT Berca Hardaya Perkasa.

Minimnya minat operator pada tender USO Internet Kecamatan itu tak lepas dari kekhawatiran akan tumpang tindihnya program ini dengan program lain, seperti USO desa kring untuk 32 ribu desa dan tender Broadband Wireless Access (BWA) berteknologi Wimax.

Vox Populi Vox Dei
Daripada mengurusi pengaturan penyadapan oleh lembaga independen yang sudah dilindungi oleh Undang-undang lain yang lebih kuat, lebih baik energi Depkominfo digunakan untuk memercepat pemenuhan cita-cita mulia USO.

Masih jutaan rakyat yang bahkan disadap pun tak akan bisa karena tidak terpapar akses telekomunikasi. Tanpa penyelenggaran jaringan telekomunikasi jalur pintas melalui USO, bisa-bisa sebagian besar rakyat tak akan pernah bisa menikmati sambungan telekomunikasi. Ketika USO dicanangkan pada tahun 2006, total teledensitas telepon di Indonesia masih berada pada angka 35%. Dari angka itu, 29%-nya disumbang oleh telepon seluler. Sedang andil telepon tetap makin hari makin menurun sampai hanya sekitar 6%-nya. Kecenderungan membengkaknya andil seluler ini umum terjadi di seluruh dunia.

Meski penetrasi jaringan seluler begitu pesat hingga dalam 3 tahun saja (2004-2006) mampu menggelembungkan angka teledensitas telepon dua kali lipat, dari 18% menjadi 35%, namun tetap saja sampai hari ini belum 50% penduduk Indonesia tak terjangkau peranti telekomunikasi. Saking pentingnya telekomunikasi, jika boleh memilih, mungkin mereka akan memilih disadap, pokoknya asal bisa berkomunikasi. Mereka tak akan peduli apakah jaringan yang mereka gunakan tak aman atau sengaja disadap, toh memang mereka hanya butuh buat berkirim kabar penting atau sapa kerinduan, bukan buat membagi-bagi jarahan korupsi atau konspirasi politik tingkat tinggi.

Coba bayangkan kebutuhan darurat rakyat di pedalaman yang tak terjangkau jaringan telepon saat terdesak harus menghubungi dokter. Bukankah, jika bisa memilih, mereka akan lebih suka teriakan SOS-nya disadap dan dengan demikian didengar lebih banyak orang? Namun sayang, masih ratusan juta rakyat yang bakal tak bisa didengar suaranya akibat belum terjangkau telekomunikasi. Padahal kita ingat adagium “Vox Populi Vox Dei”, suara rakyat adalah suara Tuhan. Jadi, jika ingin mengetahui kehendak Tuhan atas negeri ini, biarkan seluruh rakyat berpotensi terpapar oleh penyadapan telekomunikasi dan dapat didengar suaranya. Karena dengan menyadap rakyat, maka berarti kita telah menyadap Tuhan. Bukankah keren jika kita memiliki akses langsung terhadap kehendak Tuhan?***

(F.X. Bambang Irawan, Editor in Chief of InfoKomputer Magazine, Tabloid PCplus, and Tabloid Sinyal)


Klik disini untuk melanjutkan »»

ARTIKEL TENTANG LABA

.
0 komentar

Artikel ini membahas tentang berbagai definisi dari laba.
Laba atau keuntungan dapat didefinisikan dengan dua cara. Laba dalam ilmu ekonomi murni didefinisikan sebagai peningkatan kekayaan seorang investor sebagai hasil penanam modalnya, setelah dikurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan penanaman modal tersebut (termasuk di dalamnya, biaya kesempatan). Sementara itu, laba dalam akuntansi didefinisikan sebagai selisih antara harga penjualan dengan biaya produksi. Perbedaan diantara keduanya adalah dalam hal pendefinisian biaya. (Wikipedia)

Laba merupakan elemen yang paling menjadi perhatian pemakai karena angka laba diharapkan cukup kaya untuk merepresentasi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Akan tetapi, teori akuntansi sampai saat ini belum mencapai kemantapan dalam pemaknaan dan pengukuran laba. Oleh karena itu, berbeda dengan elemen statemen keuangan lainnya, pembahasan laba meliputi tiga tataran, yaitu : semantik, sintaktik, dan pragmatik.

Dari sudut pandang perekayasa akuntansi, konsep laba dikembangkan untuk memenuhi tujuan menyediakan informasi tentang kinerja perusahaan secara luas. Sementara itu, pemakai informasi mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Teori akuntansi laba menghadapi dua pendekatan : satu laba untuk berbagai tujuan atau beda tujuan beda laba. Teori akuntansi diarahkan untuk memformulasi laba dengan pendekatan pertama.
Konsep dalam tataran semantik meliputi pemaknaan laba sebagai pengukur kinerja, pengkonfirmasi harapan investor, dan estimator laba ekonomik. Meskipun akuntansi tidak harus dapat mengukur dan menyajikan laba ekonomik, akuntansi paling tidak harus menyediakan informasi laba yang dapat digunakan pemakai untuk mengukur laba ekonomik yang gilirannya untuk menentukan nilai ekonomik perusahaan.

Makna laba secara umum adalah kenaikan kemakmuaran dalam suatu periode yang dapat dinikmati (didistribusi atau ditarik) asalkan kemakmuran awal masih tetap dipertahankan. Pengertian semacam ini didasarkan pada konsep pemertahanan kapital. Konsep ini membedakan antara laba dan kapital. Kapital bermakna sebagai sediaan (stock) potensi jasa atau kemakmuran sedangkan laba bermakna aliran (flow) kemakmuran. Dengan konsep pemertahanan kapital dapat dibedakan antara kembalian atas investasi dan pengembalian investasi serta antara transaksi operasi dan transaksi pemilik. Lebih lanjut, laba dapat dipandang sebagai perubahan aset bersih sehingga berbagai dasar penilaian kapital dapat diterapkan.

Laba adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi sampingan atau transaksi yang jarang terjadi dari suatu badan usaha, dan dari semua transaksi atau kejadian lain yang mempunyai badan usaha selama satu periode, kecuali yang timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi pemilik (Baridwan, 1992: 55).
Pengertian laba secara umum adalah selisih dari pendapatan di atas biaya-biayanya dalam jangka waktu (perioda) tertentu. Laba sering digunakan sebagai suatu dasar untuk pengenaan pajak, kebijakan deviden, pedoman investasi serta pengambilan keputusan dan unsur prediksi (Harnanto, 2003: 444).

Dalam teori ekonomi juga dikenal adanya istilah laba, akan tetapi pengertian laba di dalam teori ekonomi berbeda dengan pengertian laba menurut akuntansi. Dalam teori ekonomi, para ekonom mengartikan laba sebagai suatu kenaikan dalam kekayaan perusahaan, sedangkan dalam akuntansi, laba adalah perbedaan pendapatan yang direalisasi dari transaksi yang terjadi pada waktu dibandingkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tertentu (Harahap, 1997).

Laba atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk menilai prestasi perusahaan atau sebagai dasar ukuran penilaian yang lain, seperti laba per lembar saham. Unsur-unsur yang menjadi bagian pembentuk laba adalah pendapatan dan biaya. Dengan mengelompokkan unsur-unsur pendapatan dan biaya, akan dapat diperoleh hasil pengukuran laba yang berbeda antara lain: laba kotor, laba operasional, laba sebelum pajak, dan laba bersih.

Pengukuran laba bukan saja penting untuk menentukan prestasi perusahaan tetapi penting juga penting sebagai informasi bagi pembagian laba dan penentuan kebijakan investasi. Oleh karena itu, laba menjadi informasi yang dilihat oleh banyak seperti profesi akuntansi, pengusaha, analis keuangan, pemegang saham, ekonom, fiskus, dan sebagainya (Harahap, 2001: 259). Hal ini menyebabkan adanya berbagai definisi untuk laba.

Klik disini untuk melanjutkan »»

ARTIKEL SISTEM PERBANKAN SYARIAH

.
0 komentar

Definisi Perbankan Syariah dapat diartikan sebagai suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.

BEBERAPA PRINSIP/HUKUM YANG DIANUT OLEH SISTEM PERBANKAN SYARIAH ANTARA LAIN :
1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.

2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.

3. Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.

4. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.

5. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
SEJARAH PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

Perbankan syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990,bank ini mengalami kesulitan sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).
Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.

Prinsip kerja bank syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

Klik disini untuk melanjutkan »»

ARTIKEL SISTEM EKONOMI KAPITALISME

.
0 komentar

DEFINISI SISTEM EKONOMI KAPITALISME

Sistem ekonomi kapitalis pada hakikatnya merupakan segala aturan kehidupan masyarakat, termasuk di bidang ekonomi, tidaklah diambil dari agama tetapi sepenuhnya diserahkan kepada manusia, apa yang dipandang memberikan manfaat. Dengan azas manfaat (naf’iyyah) ini, yang baik adalah yang memberikan kemanfaatan material sebesar-besarnya kepada manusia dan yang buruk adalah yang sebaliknya. Sehingga kebahagiaan di dunia ini tidak lain adalah terpenuhinya segala kebutuhan yang bersifat materi, baik itu materi yang dapat diindera dan dirasakan (barang) maupun yang tidak dapat diindera tetapi dapat dirasakan (jasa).

Ciri-ciri Ekonomi Kapitalisme :
• Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi dimana Pemilikan alat-alat produksi di tangan individu dan Inidividu bebas memilih pekerjaan/ usaha yang dipandang baik bagi dirinya.
• Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar dimana Pasar berfungsi memberikan “signal” kepada produsen dan konsumen dalam bentuk harga-harga. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil mungkin. “The Invisible Hand” yang mengatur perekonomian menjadi efisien. Motif yang menggerakkan perekonomian mencari laba
• Manusia dipandang sebagai mahluk homo-economicus, yang selalu mengejar kepentingan sendiri. Paham individualisme didasarkan materialisme, warisan zaman Yunani Kuno (disebut hedonisme).
Kebaikan-kebaikan Ekonomi Kapitalisme:
• Lebih efisien dalam memanfaatkan sumber-sumber daya dan distribusi barang-barang.
• Kreativitas masyarakat menjadi tinggi karena adanya kebebasan melakukan segala hal yang terbaik dirinya.
• Pengawasan politik dan sosial minimal, karena tenaga waktu dan biaya yang diperlukan lebih kecil.
Kelemahan-kelemahan Ekonomi Kapitalisme
• Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan tidak sempurna dan persaingan monopolistik.
• Sistem harga gagal mengalokasikan sumber-sumber secara efisien, karena adanya faktor-faktor eksternalitas (tidak memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain

Roy Davies dan Glyn Davies (1996), dalam buku The History of Money From Ancient time oi Present Day, menguraikan bahwa sepanjang Abad 20 telah terjadi lebih 20 kali krisis besar yang melanda banyak negara. Fakta ini menunjukkan bahwa rata-rata setiap lima tahun terjadi krisis keuangan hebat yang mengakibatkan penderitaan bagi ratusan juta umat manusia.
Krisis yang menimpa AS mulai tampak dari indeks saham melorot tajam. Sejumlah perusahaan keuangan raksasa dunia bangkrut. Perusahaan perkreditan rumah Fannie Mae dan Freddie Mac yang memberi garansi utang senilai 5,3 triliun dolar AS atau separuh lebih dari utang perkreditan rumah di AS pun ambruk.
Pada akhir masa jabatannya, Presiden George W. Bush harus berjibaku menyelamatkan dua perusahaan tersebut dengan menggelontorkan uang dari kas pajak warga negaranya sebesar 200 miliar dolar AS. Bukan hanya itu, Lehman Brothers, salah satu perusahaan investasi bank AS terbesar juga gulung tikar. Inilah akhir nasib bank terbesar dan tertua yang berdiri tahun 1844. Padahal pada 2007 Lehman masih melaporkan jumlah penjualan sebesar 57 miliar dolar AS. Bahkan Maret lalu Majalah Business Week masih sempat menempatkan perusahaan tersebut sebagai salah satu dari 50 perusahaan papan atas pada tahun 2008.
Perusahaan investasi lain, seperti Merril Lynch, yang bertahun-tahun sempat menjadi raksasa Wall Street, juga bernasib sama. Begitu pula AIG, salah satu perusahaan asuransi terbesar, yang memohon suntikkan dana darurat sebesar 40 miliar dolar AS dari pemerintah AS untuk menghindari kebangkrutan total. Majalah Wall Street Journal menyebutnya dengan kata-kata, "Sistem keuangan Amerika terguncang hingga ke pusarnya."
Akibat krisis itu, sejumlah institusi keuangan mengalami kerugian yang tidak sedikit; di AS mencapai 300 miliar dolar AS, sedangkan di negara-negara lain diperkirakan 550 miliar dolar AS.
Untuk mengatasi krisis tersebut, sejumlah negara, termasuk AS, mulai menggelontorkan dana miliaran dolar AS ke pasar modal. Cara itu dianggap mampu menopang pasar dan mem-backup likuiditas agar bisa menggerakkan aktivitas ekonomi. Bahkan sebagian ada yang mengintervensi langsung sampai pada level nasionalisasi sebagian bank, seperti terjadi di Inggris.
Penyebab krisis ekonomi negeri Paman Sam adalah penumpukan hutang nasional yang mencapai 8.98 triliun dolar AS, pengurangan pajak korporasi dan pembengkakan biaya perang Irak dan Afganistan. Yang paling krusial adalah subprime mortgage, yakni kerugian surat berharga properti sehingga membangkrutkan Lehman Brothers, Merryl Lynch, Goldman Sachs, Northern Rock, UBS dan Mitsubishi UF.
Krisis yang menimpa AS tersebut mendapat sorotan tajam dari media massa di Eropa, seperti dikutip dalam Pinara.net. Misalnya, harian Italia La Republica yang terbit di Roma berkomentar, "Saat ini Amerika Serikat dilanda resesi yang sangat serius dan menyakitkan. Kini pertanyaanya, seburuk apa fase krisis ini, dan apakah akan dapat meruntuhkan ekonomi Amerika Serikat secara mendadak?"
Lebih lanjut harian negeri sepak bola itu mengungkapkan, masyarakat Eropa, terutama Bank Sentral Eropa, menyadari hal itu merupakan ilusi dan tetap mengharapkan masih dapat melindungi kawasannya atau menepis dampak dari krisis berat ekonomi di Amerika Serikat. Namun, dalam krisis yang terjadi pada 2008 ini, Eropa tidak akan lagi mampu menahan dampak krisis ekonomi dari Amerika Serikat dan akan ikut tergilas.
Harian Perancis Dernieres Nouvelles d'Alsace yang terbit di Strassburg juga mengomentari dengan tajam krisis ekonomi dunia. "Di Jerman, serikat buruh menuntut kenaikan gaji sampai 8 persen untuk mengimbangi daya beli yang terus menurun. Di Prancis menurunnya daya beli juga menjadi topik bahasan."
Harian itu menyatakan, kenyataannya penurunan daya beli ini bukan hanya masalah Prancis saja, tapi juga dialami seluruh negara Eropa. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi terkoreksi ke bawah. "Krisis kredit di Amerika Serikat menunjukkan betapa rentannya globalisasi moneter," tulis harian tersebut.
Imbas krisis global juga dirasakan Jerman. Harian yang beredar di Jerman, Der Tagesspiegel, yang terbit di Berlin berkomentar, "Jika tidak seluruh ketakutan menjadi kenyataan, sekarang terlihat betapa buruknya persiapan Jerman menghadapi penurunan konjunktur…Negara tidak mampu lagi mengembalikan kemampuannya untuk bertindak. Politik secara keseluruhan gagal mengambil manfaat dari laju konjunktur. Asuransi kesehatan, yayasan dana pensiunan dan pasaran kerja tidak lagi kebal dari krisis."
Sorotan tajam media itu menjadi bukti bahwa krisis ekonomi kali ini imbasnya sangat besar. Ketakutan terhadap krisis yang lebih besar kini menyelimuti hampir sebagai besar negara-negara di dunia.

Klik disini untuk melanjutkan »»

ARTIKEL PERBANKAN NASIONAL

.
0 komentar

Krisis perbankan di Indonesia dewasa ini tergolong yang paling parah dan relatif termahal di dunia sepanjang abad lalu.Beban biaya restrukturisasi perbankan nasional yang ditanggung oleh perekonomian mencapai 47% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

DUA PENYEBAB UTAMA KEHANCURAN PERBANKAN INDONESIA YANG DIMULAI SAAT KRISIS EKONOMI 1997
• Terlalu longgarnya aturan perbankan,terutama sejak digulirkannya Paket Oktober 1988 (Pakto 88).Aturan ini memungkinkan langkah mendirikan bank begitu mudahnya,sehingga dalam waktu singkat,jumlah bank menjamur.
• Bank dan sektor real kian terintegrasi di dalam jalinan kepemilikan seseorang atau sekelompok orang yang sama.Keadaan ini sebenarnya tidak membawa dampak yang terlalu negatif seandainya aturan main ditegakkan.Keadaannya semakin parah mengingat praktik-praktik bisnis dinaungi oleh suatu sistem politik tertutup yang otoriter dan korup. Maka,tatkala terjadi guncangan pada sendi-sendi politik otomatis bangunan usaha,termasuk perbankan,juga turut oleng.
ANALISIS KONDISI PERBANKAN NASIONAL TAHUN 2009

Selama periode Februari-Juni 2008 laju pertumbuhan kredit bulanan tercatat sebesar hampir 4 persen, angka ini menurun menjadi hanya sekitar 2 persen pada periode Juli-Desember 2008.
Memasuki 2009, pertumbuhan kredit minus 2,1 persen. Turunnya tingkat pertumbuhan hampir bisa dipastikan juga akan turut mengerek naik jumlah kredit bermasalah (NPL).

Penyebab dari melemahnya pertumbuhan kredit adalah seretnya likuiditas. Satu hal yang antara lain diindikasikan dari berkurangnya lebih dari dua kali lipat ekses likuiditas perekonomian yang disimpan dalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI), fasilitas BI, dan fine tuning operation (FTO).

Beberapa pekan terakhir, likuiditas perekonomian memang sedikit tertolong oleh suntikan devisa dari negara-negara yang melakukan billateral swap agreement dengan Indonesia seperti Cina. Tambahan dana sebesar 12 miliar dolar AS juga rencananya akan dihasilkan bila komitmen ASEAN Plus 3 bisa segera direalisasikan. Berbagai suntikan devisa ini akan secara langsung mengurangi tekanan terhadap likuiditas domestik melalui mekanisme uang inti. Selain, suntikan dari luar, arus lalu lintas likuditas domestik juga agaknya banyak terbantu oleh pesta demokrasi Pemilu yang kini tengah hinggar bingar dirayakan.

Sayang, aliran likuiditas yang bertambah tidak serta merta bisa diterjemahkan dalam ekspansi kredit. Persoalannya, krisis global juga menyebabkan semakin akutnya segmentasi pasar perbankan domestik, yang menyebabkan suku bunga kredit komersial sulit turun (Baca: Deviasi BI Rate dan Suku Bunga Kredit).

Berbagai upaya terobosan yang diupayakan BI untuk mengatasi masalah ini, termasuk upaya penciptaan satu pooling fund, belum tanda-tanda menggembirakan. Bank masih saling enggan untuk meminjamkan dananya, karena profil risiko masing-masing yang belum sepenuhnya transparan. Solusi komprehensif segmentasi pasar perbankan ini agaknya harus menunggu sedikit lagi, hingga sah diundangkannya RUU Jaringan Pengaman Sistem Keuangan yang sampai saat ini masih berada di DPR.

Dengan berbagai masalah yang ada, tidak mengherankan bila laju pertumbuhan kredit sepnajang 2009 secara kumulatif bakal melambat di kisaran 15 persen persen. Begitu pula dengan perkiraan laju dana pihak ketiga yang hanya sebesar 11 persen.

Namun, sampai sejauh ini, perlambatan pertumbuhan kredit dan pemburukkan NPL tidak berdampak secara serius pada fundamental sistem perbankan domestik secara keseluruhan. Secara rata-rata, perbankan domestik masih memiliki rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio ––CAR) yang lebih dari cukup, sebesar 17 persen. Angka ini jauh di atas angka minimal sebesar 8 persen. Bantalan modal yang besar ini memungkinkan perbankan domestik untuk menyerap berbagai risiko yang mungkin timbul selama 2009. Pada awal 2009, tingkat NPL juga masih relatif terkendali di bawah 5 persen, meski sedikit meningkat dari angka 4 persen pada akhir 2008.

Fundamental perbankan yang baik ini merupakan modal yang sangat bernilai untuk mengarungi 2009. Tentu, pada tataran operasional perbankan, perlu ada upaya lebih untuk memperbaiki kinerja efisiensi ––yang saat ini masih tergolong cukup rendah dimana rasio BOPO masih sebesar 80an–– serta manajemen resiko dari masing-masing bank. Sebab dari pengalaman mutakhir yang ada, dalam kasus bank Indover dan Century, runtuhnya suatu bank kerap disebabkan oleh manajemen resiko yang amburadul bahkan kriminal.

Secara bersamaan, upaya perbaikan di skala mikro ini perlu dibarengi oleh upaya di tataran makro berupa konsolidasi perbankan. Konsolidasi yang kerap dilakukan melalui merger selain mengurangi keakutan problem segmentasi pasar perbankan, juga akan mengurangi beban pengawasan otoritas moneter.

Upaya lain pada tataran makro yang perlu terus dilanjutkan bahkan diperkuat adalah kebijakan tata kelola yang berhatihati (prudential regulation), termasuk dalam hal transaksi derivatif dan valuta asing yang sudah diterapkan. Kebijakan dari BI ini adalah salah satu yang telah menyelamatkan perbankan nasional hingga saat ini, sehingga perlu untuk diteruskan dan jangan justru dilonggarkan.

Di samping perbaikan manajemen resiko dan tata kelola bank, ada baiknya BI juga memberikan arahan sektoral bagi ekspansi kredit sebagai satu petunjuk operasional perbankan. Guidance ini tentunya harus bersifat spesifik dan berbeda pada masing-masing daerah. Pada titik ini, kantor-kantor BI yang tersebar di hampir seluruh pelosok nusantara harus difungsionalisasikan sebagai ujung tombang dalam memberikan arah sektoral yang bersifat lokal.
Eksistensi perbankan Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh kemampuannya membaca perubahan-perubahan di lingkungan eksternalnya, baik pada lingkup nasional maupun internasional.Perbahan-perubahan yang penting untuk dicermati adalah :
• Perubahan struktur dan karakter perekonomian nasional sebagai akibat dari perubahan struktur insentif pasca-krisis.
• penerapan otonomi daerah.
• fenomena globalisasi dan regionalisasi.

Klik disini untuk melanjutkan »»
.
0 komentar

ARTIKEL PROSES AKUNTANSI
Artikel ini membahas tentang urutan proses akuntansi.
PROSES AKUNTANSI :
• BUKTI-BUKTI PEMBUKUAN.
• BUKU JURNAL
• BUKU BESAR
• BUKU PEMBANTU
• LAPORAN KEUANGAN

BUKTI-BUKTI PEMBUKUAN :
• Bukti kas masuk
• Bukti kas keluar
• Faktur pembelian
• Faktur penjualan
• Bukti memorial

BUKU JURNAL
Buku jurnal sering disebut buku catatan pertama merupakan buku yang digunakan untuk mencatat transaksi-transaksi urut tanggal terjadinya (kronologis), sumber pencatatannya bukti-bukti pembukuan. Bentuk jurnal :
|Tgl| Keterangan| Tanda posting| Debit| Kredit|


JURNAL KHUSUS :
• Jurnal penjualan
• Jurnal pembelian
• Jurnal penerimaan kas
• Jurnal pengeluaran kas
• Jurnal memorial

Rekening
Rekening riel : Aset, utang, equitas
Rekening nominal : Pendapatan &laba, Biaya & rugi
Rekening campuran : Campuran harta & biaya, campuran utang & penghasilan


Aset
• Aset lancar
• Investasi jangka panjang
• Aset tetap berwujud
• Aset tidak berwujud
• Aset lain-lain


Utang
• Utang lancar
• Pendapatan diterima di muka
• Utang jangka panjang
• Utang lain-lain


Ekuitas
Perusahaan Perseorangan
• Modal Ali
• Modal Ayu

Perseron Terbatas
• Modal saham prioritas
• Agio saham prioritas
• Modal saham biasa
• Agio saham biasa
• Modal sumbangan
• Laba tidak dibagi
• Dll


Pendapatan dan Laba
• Hasil penjualan
• Pendapatan bukan usaha
• Laba luar biasa
• Laba lain-lain


Biaya dan Rugi
• Harga pokok penjualan
• Biaya penjualan
• Biaya administrasi & umum
• Biaya bukan usaha
• Kerugian luar biasa


Laporan Keuangan
• Neraca
• Laporan laba-rugi
• Laporan perubahan modal
• Laporan arus kas

Klik disini untuk melanjutkan »»
 
Powered By Blogger

downloadnya muslim

{nama-blog-anda} is proudly powered by Blogger.com | Template by Agus Ramadhani | o-om.com