Selasa, 02 Maret 2010

THE ECOMOMIC DIALECTICS

. Selasa, 02 Maret 2010

Menyoal Efektifitas Paket Stimulus Fiskal Republik Indonesia

"My dialectic method is not only different from the Hegelian, but is its direct opposite. To Hegel, the life-process of the human brain, i.e. the process of thinking, which, under the name of 'the Idea,' he even transforms into an independent subject, is the demiurgos of the real world, and the real world is only the external, phenomenal form of 'the Idea.' With me, on the contrary, the ideal is nothing else than the material world reflected by the human mind, and translated into forms of thought."
(Karl Marx, Capital, Volume 1, Moscow, 1970, p. 29).


”Program stimulus fiskal di ambang kegagalan”. Itulah judul salah satu pemberitaan yang ditampilkan di Media Indonesia pada tanggal 28 Juli 2009. Kini program yang dahulu digembar-gemborkan oleh pemerintah sebagai upaya penyelamatan atas dampak krisis global hanya tinggal isapan jempol semata. Pada kenyataannya, dalam hal penyerapan tenaga kerja, program stimulus fiskal tersebut hanya dapat terealisasi sebanyak 4.3% (kurang lebih 5 ribu-an) dari target 115 ribu tenaga kerja yang diproyeksikan akan terserap.




Program Stimulus Fiskal RI
Dalam laporannya, Departemen Keuangan Rebulbik Indonesia (Depkeu RI) melansir bahwa Krisis finansial global akan menyebabkan menurunnya kinerja perekonomian dunia secara drastis pada tahun 2008 dan diperkirakan masih akan terus berlanjut, bahkan akan meningkat intensitasnya pada tahun 2009. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, selain menyebabkan volume perdagangan global pada tahun 2009 merosot tajam, juga akan berdampak pada banyaknya industri besar yang terancam bangkrut, terjadinya penurunan kapasitas produksi, dan terjadinya lonjakan jumlah pengangguran dunia. Bagi negara-negara berkembang dan emerging markets, situasi ini dapat merusak fundamental perekonomian, dan memicu terjadinya krisis ekonomi.

Dalam rangka meredam dampak buruk atas krisis ekonomi global, pemerintah mengeluarkan kebijakan stimulus fiskal yang dilakukan tiga cara, yang sekaligus difungsikan sebagai tujuan, diantaranya adalah :

(a) mempertahankan dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat untuk dapat
menjaga laju pertumbuhan konsumsi di atas 4 persen atau mendekati 4,7 persen;

(b) mencegah PHK dan meningkatkan daya tahan dan daya saing usaha menghadapi krisis ekonomi dunia; dan

(c) menangani dampak PHK dan mengurangi tingkat pengangguran dengan belanja infrastruktur padat karya.

Tabel 1

Sumber : depkeu RI, 2009

Intinya, sesuai dengan cara berfikir seorang ekonom, paket stimulus fiskal yang dikeluarkan oleh pemerintah ini memiliki dua tujuan utama. Tujuan pertama adalah menyangkut sisi supply dan tujuan kedua tentu menyangkut sisi lainnya, yakni sisi demand. Jelas, bahwa tujuan pertama dari sisi supply sangat terkait dengan peningkatan produksi. Apabila stimulus fiskal diberikan kepada pengusaha dalam bentuk perpajakan, kita bisa melihat seberapa besar peningkatan produksi (supply) di sektor ini. Tentu saja, ketika hal ini dapat terealisasi dengan baik, penyerapan tenaga kerja akan terjadi lebih besar atau setidaknya akan terjadi laju penurunan pemutusan hubungan kerja. Sedangkan dari sisi demand, paket stimulus fiskal diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Kedua hal tersebut (sisi demand dan supply) pada akhirnya mengarah pada satu tujuan besar yakni tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pada akhirnya akan mengakibatkan peningkatan pendapatan per kapita masyarakat pada suatu negara tertentu.
Saat ini, karena dampak buruk krisis ekonomi global yang semakin menggurita dikarenakan hubungan perekonomian antar negara yang interdependen (saling ketergantungan), banyak negara di dalam dunia internasional yang tengah mengamini pemikiran keynesian – yang menyarankan intervensi pemerintah dalam rangka mengatasi krisis ekonomi – sebagai dasar kebijakan perekonomian untuk mengatasi krisis global yang terjadi di negaranya. Amerika Serikat misalnya, Negara ini sedang menjalankan paket stimulusnya pada program penciptaan permintaan dalam negeri. Sedangkan Australia dan Cina lebih fokus pada pembangunan infrastruktur untuk menciptakan lapangan kerja. Berbeda dengan negara lainnya, Negara Taiwan melakukan cara yang tidak biasa dalam melaksanakan paket stimulus fiskalnya dengan cara membagi-bagi voucher belanja untuk para penduduknya dalam rangka meningkatkan daya beli yang ada di masyarakat. Secara umum, berdasarkan kompilasi Reuters, total paket stimulus yang akan dilaksanakan pada 2009 oleh 23 negara maju di Amerika Utara, Eropa, dan Asia mencapai kurang lebih empat triliun dolar AS atau kira-kira sembilan kali lipat GDP Indonesia.
Selain ditujukan untuk meredam dampak krisis global, langkah-langkah penyesuaian darurat di bidang fiskal tersebut juga dimaksudkan untuk mempersiapkan fondasi yang lebih kuat dalam rangka mempercepat laju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta meletakkan dasar-dasar yang lebih kuat dan memperkokoh sendi-sendi perekonomian nasional. Hal ini dilakukan dengan meneruskan reformasi di seluruh instansi departemen (depkeu.ri)

Kegagalan Paket Stimulus Fiskal
Terdapat beberapa pendapat akademik terkait dengan tidak efektifnya paket stimulus fiskal yang dicanangkan oleh pemerintah tahun ini. Diantaranya adalah pendapat yang diungkapkan oleh Adrian Panggabean, seorang praktisi kebijakan ekonomi yang dituliskannya dalam majalah Tempo beberpa waktu lalu. Menurutnya terdapat setidaknya tiga penyebab kegagalan fiskal yang terjadi di negeri ini, diantaranya adalah struktur kebijakan stimulus fiskal tidak rinci, bahkan banyak bolongnya; kelembaman birokrasi dalam melakukan penyerapan paket stimulus fiskal; dan terlalu mengutak-utiknya asumsi defisit oleh pemerintah (Tempo, 3-9 Agustus 2009).

Selain ketiga hal yang diungkapkan diatas, efektifitas paket stimulus fiskal yang dikeluarkan oleh pemerintah haruslah didukung oleh kebijakan moneter yang suportif oleh BI sebagai olerintas moneter negara ini. Seperti kita ketahui bahwa Bank Indonesia telah melakukan kebijakan yang cukup suportif dalam mendukung program ini dengan terus berusaha menurunkan BI rate yang diharapkan akan mengakibatkan menurunya suku bunga kredit untuk investasi. Pada kenyataannya, kebijakan penurunan BI rate yang dilakukan oleh BI ini belum diikuti dengan penurunan suku bunga kredit oleh bank-bank umum yang ada. Wajar saja ketika ketua Komite Perdagangan Dalam Negeri Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Bambang Soesatyo mengatakan bahwa dari Sisi fiskal ekspansif dengan stimulus, tetapi di sisi moneter justru mereduksi, bahkan menghambat target-target stimulus fiskal itu sendiri. (Tempo interaktif, Kamis, 26 Februari 2009).

Sebuah Antitesis
Kerangka umum dari paket stimulus fiskal yang dilakukan oleh pemerintah adalah upaya untuk menggerakan kurva agregate demand dan supply yang ditunjukan untuk merubah pola konsumsi masyarakat dengan meningkatkan daya beli publik, dan pada akhirnya akan meningkatkan output atau yang akrab kita sebut dengan GDP (Gross Domestic Product). Peningkatan GDP yang juga berarti pertumbuhan ekonomi ini, dengan asumsi tidak terjadi penambahan jumlah penduduk, secara umum akan berdampak kepada meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat suatu negara yang juga berarti semakin kayanya negara tersebut dalam suatu periode perekonomian tertentu.

Jangan lupa bahwa penggunaan GDP sebagai alat ukur tingkat kesejahteraan masyarakat suatu negara pada suatu periode perekonomian tertentu merupakan konsep matematis ekonomi yang sangat diragukan. Pendekatan GDP tidaklah dapat mengukur tingkat kesejahteraan riil masyarakat suatu negara karena pendekatan ini tidak memasukan variabel distribusi pendapatan sebagai dampak atas penambahan output yang ada. Dengan kata lain bahwa meskipun terjadi pertumbuhan perekonomian pada suatu negara, masih dimungkinkan terjadinya kesenjangan ekonomi pada masyarakatnya karena distribusi hasil output yang tidak seimbang antara wilayah satu dengan wilayah lainnya. Dengan kenyataan inilah juga dapat disimpulakan bahwa paket stimulus fiskal yang ditunjukan untuk meredam bertambahnya tingkat kemiskinan di suatu negara akibat krisis global, hanya akan menciptakan sebuah kesejahteraan semu (artificial wealth), bukan peningkatan taraf hidup masyarakat secara riil.
Dengan menggunakan konsep zakat sebagai salah satu instrumen fiskal pemerintahan, redistribusi pendapatan atas peningkatan output akan dapat terealisasi secara lebih baik.

”Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagiaan”
(QS : Adz-dzariat 51)

Dalam konsep ini, objek zakat telah diatur secara tetap di dalam Al Quran. Para objek zakat yang dimaksud terdiri atas 8 asnaf, yakni : kaum fakir, miskin, amil zakat, mualaf, budak, orang yang berhutang, ibnu sabil dan orang yang berjuang di jalan Islam. Sebagian besar diantara mereka adalah pada anggota masyarakat suatu negara yang memiliki pendapatan dibawah $2 per hari (dikategorikan miskin oleh PBB), yang sering kali dijadikan korban iming-iming teori tricle down effect yang tidak pernah akan terjadi. Dengan objek zakat yang sudah ditetapkan, maka kekayaan yang dimiliki oleh para orang kaya akan terdistribusi secara merata kepada pihak-pihak yang memiliki daya beli rendah, baik dengan penyaluran langsung atau dengan mendirikan badan usaha yang khusus ditunjukan kepada 8 kategori para penerima zakat tersebut. Dengan konsep seperti inilah maka distribusi pendapatan dapat terjadi dan tentunya akan meningkatkan daya beli masyarakat secara lebih rill.

Dengan sangat menyesal, perlu kita akui bersama bahwa pelaksanaan konsep zakat sebagai salah satu instrumen fiskal masih sangat jauh dari realisasi. Banyak kalangan akademisi yang masih menganggap sebelah mata sebuah konsep yang secara nyata pernah memakmurkan seluruh negara Islam beratus tahun silam.

Mungkin, gagalnya paket stimulus fiskal yang terjadi di Indonesia tercinta ini dikarenakan kesombongan para praktisi kebijakan publik yang secara tidak langsung menolak teori Hegel ataupun Marx tentang dialektika, bahwa kebenaran yang datang dari manusia itu bersifat relatif dan tidak kekal oleh waktu (Everything is transient and finite, existing in the medium of time). Jadi, masih ada waktu untuk mempertanyakan konsep kebanggaan pemerintah saat ini, Paket Stimulus Fiskal Republik Indonesia..

0 komentar:

 
Powered By Blogger

downloadnya muslim

{nama-blog-anda} is proudly powered by Blogger.com | Template by Agus Ramadhani | o-om.com