Hingga tahun 2009 kondisi perekonomian Indonesia diperkirakan akan menunjukkan trend yang semakin positif, setelah perekonomian nasional mengalami tekanan berat sepanjang tahun 2007. Pertumbuhan ekonomi global masih cukup tinggi walaupun mengalami penurunan yang disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat di tahun 2007. Peningkatan suku bunga di Jepang dapat mempengaruhi arus modal di kawasan namun hal tersebut diperkirakan hanya akan berdampak kecil terhadap perekonomian Indonesia.
Fundamental ekonomi Indonesia sampai 2009 diproyeksikan tetap stabil sepanjang faktor eksternal mendukung dan tidak terjadi instabilitas sosial politik. Terjaganya stabilitas ekonomi makro tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, meskipun dalam skala yang relatif kecil. Stabilitas ekonomi nasional secara umum akan membaik, namun terdapat potensi instabilitas yang tinggi, bahkan paling mengkhawatirkan dibanding sejumlah negara lain yang pernah mengalami krisis ekonomi pada 1997. Potensi instabilitas tersebut pada satu sisi ditunjukkan oleh peningkatan jumlah hutang dan besarnya dana jangka pendek (hot money), sedangkan di sisi lain, sektor industri dan investasi, khususnya Foreign Direct Investment (FDI) stagnan, sehingga terjadi deindustrialisasi dan pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah. Kondisi ini mengakibatkan terbatasnya penyerapan tenaga kerja dan meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran, baik di perkotaan atau pun di pedesaan.
Meskipun demikian, momentum perbaikan perekonomian akan terpelihara, dan diperkirakan akan berlanjut hingga tahun 2009. Oleh karenanya, penyusunan RAPBN 2008 dan 2009 didasari oleh asumsi dan proyeksi pertumbuhan ekonomi hingga tahun 2009 yang terus membaik hingga mencapai 6,8 persen. Stabilitas tetap terjaga yang ditunjukkan oleh tingkat inflasi 6,0 persen, suku bunga SBI-3 bulan 7,5 persen, dan nilai tukar Rp. 9.100 per dolar AS. Proyeksi rata-rata harga minyak tahun 2008 diperkiraan sebesar 60 dollar Amerika per barel, dan lifting minyak meningkat menjadi 1,034 juta barel per hari. Dengan proyeksi ekonomi tersebut, maka total pendapatan negara dan hibah hingga tahun 2009 diproyeksikan mencapai Rp. 761,4 triliun, total belanja negara mencapai Rp. 836,4 triliun, dan defisit anggaran mencapai Rp. 75,0 triliun atau 1,7 persen dari Produk Domestik Bruto.
Kondisi tersebut apabila belanja negara secara bertahap menerapkan sistem anggaran terpadu, berbasis kinerja dan berdimensi jangka menengah. Jumlah belanja pemerintah pusat direncanakan mencapai Rp. 564,6 triliun, atau meningkat sekitar 14,3 persen dari RAPBN Perubahan tahun 2007. Pemerintah terus berusaha meningkatkan kualitas belanja agar makin efektif dirasakan langsung oleh masyarakat dan konsisten dengan prioritas pembangunan. Belanja pegawai ditingkatkan untuk memperbaiki kesejahteraan pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri dan pensiunan, serta memperbaiki kualitas birokrasi. Dalam RAPBN 2008, belanja modal meningkat tajam sebesar 48,6 persen dari RAPBN-P 2007 sebesar Rp. 68,3 triliun menjadi Rp. 101,5 triliun. Bantuan sosial juga mengalami kenaikan tajam sebesar 41,8 persen, dari Rp. 47,5 triliun menjadi Rp. 67,4 triliun. Pemerintah juga akan cenderung melakukan langkah-langkah penyempurnaan dalam sistem dan aturan pengadaan barang dan jasa, termasuk membentuk lembaga untuk menangani kebijakan dan masalah pengadaan barang. Dengan cara itu, penyerapan alokasi anggaran dapat lebih cepat dilakukan dan ditingkatkan, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan bersih.
Secara umum RAPBN 2008 telah mengakomodasi harapan-harapan untuk jangka waktu satu tahun kedepan, namun masih belum fleksibel karena belum ditengarai dengan meningkatnya jumlah defisit, juga besarnya subsidi BBM yang mencapai Rp. 46,7 triliun. Fleksibilitas RAPBN 2008 tersebut akan sangat tergantung pada perbaikan kebijakan dan implementasi berbagai persoalan teknis, baik di pusat maupun daerah. Dalam kaitan ini, kondisi ketahanan ekonomi makro nasional dinilai masih cukup bagus, sehingga kemungkinan terjadinya krisis ekonomi babak ke-2 sangat kecil, kecuali jika ada pengaruh eksternal dan munculnya kekacauan yang tidak terkendali (chaos).
Sehubungan dengan hal itu, faktor yang juga berpengaruh adalah kedisiplinan pemerintah dalam menjaga kepercayan pasar uang dan pasar modal serta meningkatkan peringkat utang, reformasi birokrasi dan aturan perpajakan, pembaruan kebijakan alokasi anggaran melalui peningkatan realisasi belanja barang ke belanja modal, pembentukan Debt Management Office (DMO) terutama untuk hutang sektor swasta dan formalisasi hiden economic dan pemantauan sistem kurs.
Sampai tahun 2009 tema pembangunan yang ditetapkan adalah percepatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Dalam hal ini pemerintah menetapkan sasaran dengan indikator-indikator terukur yaitu laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,6% - 7,0%, tingkat pengangguran menjadi 8% - 9% dan tingkat kemiskinan menjadi 15,0% - 16,8%. Oleh karena itu, dalam dua tahun mendatang, terjadi penggenjotan investasi, ekspor, dan kesempatan kerja, revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan, dan pembangunan pedesaan, percepatan pembangunan infrastruktur dan peningkatan pengelolaan energi, peningkatan akses dan kualitas pendidikan dan kesehatan, peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan, pemberantasan korupsi dan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi, penguatan kemampuan pertahanan dan pemantapan keamanan dalam negeri, penanganan bencana, pengurangan risiko bencana, dan peningkatan pemberantasan penyakit menular.
Pencapaian laju pertumbuhan ekonomi sampai tahun 2009 diperkirakan mencapai 6,6% - 7,0% yang dicapai melalui sumber-sumber pertumbuhan ekonomi, yaitu laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga 5,7% - 6,2%, konsumsi pemerintah 6,0% - 6,5%, investasi sebesar 14,5% - 18,2%, dan ekspor dan impor masing-masing sebesar 12,0% - 13,6% dan 17,3% - 19,1 %. Sementara sasaran pertumbuhan sektor industri antara lain ditunjang oleh pertumbuhan sektor pertanian sebesar 3,5% - 3,7%, industri pengolahan 7,7% - 8,1%, konstruksi 10,0% - 10,5%, dan industri tranportasi dan komunikasi sebesar 13,6% - 14,4%. Sedangkan, dalam peningkatan ekspor cenderung diarahkan untuk pembentukan dan pengembangan National Single Window (NSW) dan Asean Single Window (ASW), pemetaan dan analisis terhadap komoditas unggulan dan potensial, serta implementasi FTA dan EPA.
Kecenderungan kebijakan yang akan ditempuh dalam stabiliasi perekonomian adalah peningkatan pendapatan riil dan daya beli masyarakat, dengan mengupayakan terjaganya laju inflasi dan stabilitas tingkat harga, penurunan suku bunga, pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), dan pelaksanaan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) bersyarat serta subsidi yang tepat.
Sedangkan pada sektor investasi cenderung akan meningkat dengan ditandai peningkatan kinerja sumber-sumber investasi antara lain penurunan suku bunga dan perbaikan fungsi intermediasi perbankan, kebijakan yang mendorong peningkatan persetujuan dan realisasi PMDN dan PMA, peningkatan realisasi belanja modal APBN, persetujuan dan monitoring belanja modal APBD, dukungan pemerintah terhadap pelaksanaan proyek kemitraan pemerintah dan swasta (PPP), pengawasan terhadap belanja modal BUMN, dan peningkatan IPO dan investasi di Pasar Modal. Hal ini didukung dengan perubahan arah kebijakan fiskal dan RAPBN tahun 2008 yang sebelumnya untuk konsolidasi fiskal, diarahkan untuk memberikan stimulus bagi perekonomian sebagaimana tercermin dalam defisit anggaran yang mencapai 1,6%- ¬1,8%.
Pada saat ini utang Indonesia masih dalam posisi 42 persen, sehingga pemerintah akan cenderung mengupayakan untuk menurunkan stok utang. Kendati demikian, kondisi pasar rupanya sudah terbiasa dengan sikap overconfidence, representativeness dan adanya cenderung bercermin pada pengalaman masa lalu. Pengambilan keputusan pasar dengan pendekatan rule of thumb, di mana suara pasar cenderung merefleksikan suara kebenaran meskipun terkadang tidak luput terjadi adanya bias pasar.
Kepercayaan pasar terhadap pemerintah dengan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) telah melahirkan kepercayaan baru. Kepercayaan yang kuat ini telah mampu mengalahkan adanya pengaruh perubahan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang saat ini naik pada posisi 2,75 persen dari 2,25 persen. Yang sebelumnya indeks harga saham gabungan terlebih dulu bergerak dari posisi 1.123,4 ke posisi 1.160,1 atau naik 3,2 persen, pada 9 Desember 2006. Sehingga kecenderungan ini akan berlangsung terus sampai masa akhir jabatan KIB tahun 2009.
Investor asing yang berperan sebagai pemimpin pasar telah memberikan reaksi positif terhadap perubahan kepemimpinan KIB. Pasar kembali pada area kegairahan yang ditandai dengan naiknya volume dan nilai perdagangan pada level di atas Rp. 1 triliun per harinya. Ini membuktikan bahwa pasar mempunyai kepercayaan yang kuat bahwa hingga 2009 akan ada perubahan yang kondisional terhadap perkembangan pasar modal. Inflasi ditargetkan pada posisi di bawah dua digit menuju posisi 7-8 persen. Seiring dengan optimisme terhadap pengendalian inflasi maka suku bunga ditargetkan kembali pada posisi di bawah 10 persen seperti keadaan sebelumnya. Prediksi pasar modal di Indonesia tidak hanya ditentukan oleh suara pasar tetapi juga akan tergantung faktor lainnya seperti perkembangan lingkungan global khususnya fluktuasi harga minyak dunia hingga 2009.
Resep Kue Bandros, Camilan Tradisional Jawa Barat yang Mudah Dibuat
15 jam yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar